Sabtu, 05 Desember 2015

Bimtek pemantau independent GmnI Blitar


Pada hari ini, sabtu 5 Desember 2015 GmnI blitar yang terakreditasi sebagai pemantau independent mengadakan Bimbingan Teknis Pemantauan pilkada untuk kota dan kabupaten blitar. adapun acara tersebut diselenggarakan di aula Bapemas Kota Blitar.

Acara tersebut dimulai pada pukul 13.30, hadir dalam acara tersebut Ketua Panwaskab yaitu Bung Hadi Santoso SH, MH, hadir pula ketua cabang GmnI Blitar serta Koordinator Pemantau Independent kota dan Kabupaten Blitar serta kader - kader gmni yang tergabung dalam anggota pemantau independent.

Sebelum acara tersebut masuk kepada acara inti yang di sampaikan oleh ketua Panwaskab, terlebih dahulu acara teresebut di awali dengan pembukaan, Menyanyikan lagu indonesia raya serta beberapa sambutan yang disampaikan oleh Koordinator pemantau independent dan Ketua cabang Gmni Blitar.

Tujuan dari acara tersebut adalah untuk lebih memperdalam yang berkaitan dengan teknis pemantauan dilapangan. dikarenakan tidak sedikit dari sebagian besar kader gmni yang tergabung dalam pemantau independent belum tahu sepenuhnya apa saja yang harus dilakukan oleh pemantau dalam Pilkada, apa saja hak dan kewajiban seorang pemantau dalam pilkada tersebut.

Pada acara tersebut ketua panwaskab Bung Hadi Santoso SH, MH menyampaikan dengan detail apa saja yang menjadi hak dan kewajiban seorang pemantau dalam mengawal proses demokrasi serta dasar hukum dari seorang pemantau independent khususnya untuk wilayah kota dan kabupaten Blitar.

Dalam Kesempatan itu pula ketua panwaskab memaparkan tentang syarat menjadi pemantau independent yaitu :
  • Bersifat Independen, bebas, non partisan dan tidak mempunyai afiliasi kepada peserta pemilu;
  • Mempunyai sumber dana yang jelas;
  • Terdaftar dan memperoleh akreditasi dari KPUD Setempat (dalam hal ini KPUD Kota dan Kabupaten Blitar) 
Selain menjelaskan tentang persyaratan sebagai pemantau independent, ketua Panwaskab juga menjelaskan tentang Hak dan Kewajiban sebagai pemantau independent, diantaranya :

Pemantau Berhak :
  • mendapatkan akses di wilayah Pemilihan;
  • mendapatkan perlindungan hukum dan keamanan;
  • mengamati dan mengumpulkan informasi jalannya proses pelaksanaan Pemilihan dari tahap awal sampai tahap akhir;
  • berada di lingkungan tempat pemungutan suara pada hari pemungutan suara dan memantau jalannya proses pemungutan dan penghitungan suara;
  • mendapat akses informasi dari KPUD (Kota dan Kabupaten Blitar); dan
  • menggunakan perlengkapan untuk mendokumentasikan kegiatan Pemantauan Pemilihan sepanjang berkaitan dengan pelaksanaan Pemilihan.
Pemantau juga berkewajiban :
  • mematuhi peraturan perundang-undangan serta menghormati kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  • mematuhi kode etik pemantau Pemilihan;
  • melaporkan diri, mengurus proses akreditasi dan tanda pengenal kepada KPUD setempat
  • melaporkan diri kepada Kepolisian Negara Kesatuan Republik Indonesia di wilayah setempat sebelum melaksanakan pemantauan;
  • menggunakan tanda pengenal selama dalam pemantauan;
  • mematuhi permintaan untuk meninggalkan atau tidak memasuki daerah atau tempat tertentu atau untuk meninggalkan tempat pemungutan suara dengan alasan keamanan;
  • menanggung sendiri semua biaya selama kegiatan pemantauan berlangsung;
  • melaporkan jumlah dan keberadaan personil Pemantau Pemilihan serta tenaga pendukung administratif kepada KPUD setempat.
  • menghormati peranan, kedudukan, dan wewenang penyelenggara Pemilihan serta menunjukkan sikap hormat dan sopan kepada penyelenggara Pemilihan dan kepada Pemilih;
  • menghormati adat istiadat dan budaya setempat;
  • melaksanakan perannya sebagai Pemantau Pemilihan secara obyektif dan tidak berpihak;
  • membantu Pemilih dalam merumuskan pengaduan yang akan disampaikan kepada pengawas Pemilihan;
  • menjamin akurasi data dan informasi hasil pemantauan yang dilakukan dengan mengklarifikasi kepada KPUD setempat. 
  • menyampaikan hasil pemantauan mengenai pemungutan dan penghitungan suara kepada KPUD setempat dan pengawas penyelenggara Pemilihan sebelum pengumuman hasil pemungutan suara; dan
  • menyampaikan laporan hasil pemantauannya kepada KPU Kabupaten Klaten dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah pelantikan Bupati dan Wakil Bupati terpilih.
 Selain membahas tentang hak dan kewajiban seseorang atau lembaga pemantau independent, ketua panwaskab juga menyampaikan tentang larangan serta kode etik pemantau. adapun larangan serta kode etik pemantau adalah sebagai berikut :

  • melakukan kegiatan yang mengganggu proses kegiatan pelaksanaan Pemilihan;
  • mempengaruhi Pemilih dalam menggunakan haknya untuk memilih;
  • mencampuri pelaksanaan tugas dan wewenang penyelenggara Pemilihan;
  • memihak kepada peserta Pemilihan tertentu;
  • menggunakan seragam, warna, atau atribut lain yang memberikan kesan mendukung atau menolak peserta Pemilihan;
  • menerima atau memberikan hadiah, imbalan, atau fasilitas apapun dari atau kepada peserta Pemilihan;
  • mencampuri dengan cara apapun urusan politik dan Pemerintahan dalam negeri Indonesia dalam hal pemantau Pemilihan merupakan Pemantau Pemilihan Asing;
  • membawa senjata, bahan peledak, dan/atau bahan berbahaya lainnya selama melakukan pemantauan;
  • masuk ke dalam tempat pemungutan suara;
  • menyentuh perlengkapan/alat pelaksanaan Pemilihan termasuk surat suara tanpa persetujuan penyelenggara Pemilihan; dan
  • melakukan kegiatan lain selain yang berkaitan dengan Pemantauan Pemilihan.
Kode etik lembaga Pemantauan Pemilihan meliputi:
  • non partisan dan netral;
  • tanpa kekerasan;
  • mematuhi peraturan perundang-undangan;
  • sukarela;
  • integritas
  • kejujuran;
  • obyektif;
  • kooperatif;
  • transparan;
  • kemandirian.
Beliau juga menyampaikan tentang ketentuan ketentuan lain sebagai pemantau independent sebagai berikut :

KETENTUAN LAIN
  • Pemantau hanya melakukan pemantauan pada suatu daerah tertentu sesuai dengan rencana pemantauan yang telah diajukan kepada KPUD setempat. 
  • Anggota pemantau selama melaksanakan tugas pemantauan, wajib menggunakan tanda pengenal pemantau Pemilihan.
  • Tanda pengenal pemantau Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberikan oleh KPUD setempat;
  • Kartu tanda pengenal Pemantau sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pemilihan berukuran 10 cm x 5 cm, berwarna dasar biru tua untuk Pemantau Pemilihan Dalam Negeri, biru muda untuk Pemantau Pemilihan Asing yang memuat informasi tentang:
  1. nama dan alamat Pemantau yang memberi tugas;
  2. nama anggota yang bersangkutan;
  3. pas foto diri terbaru anggota Pemantau  yang bersangkutan dengan ukuran 4 cm x 6 cm berwarna;
  4. wilayah kerja pemantauan;
  5. nomor dan tanggal Akreditasi;
  6. masa berlaku Akreditasi Pemantau Pemilihan;
  7. tanda tangan Ketua KPUD setempat dan stempel pada tanda pengenal yang diakreditasi oleh KPU.
  • Lembaga Pemantauan Pemilihan yang melanggar kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 38 Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota, dicabut status dan haknya sebagai lembaga Pemantauan Pemilihan;
  • Pencabutan status dan hak sebagai lembaga Pemantauan Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan oleh KPUD setempat
  • Sebelum mencabut status dan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (6), KPUD setempat wajib mendengarkan penjelasan lembaga Pemantauan Pemilihan;
  • Lembaga Pemantauan Pemilihan yang telah dicabut status dan haknya sebagai lembaga Pemantauan Pemilihan dilarang menggunakan atribut lembaga Pemantauan Pemilihan dan melakukan kegiatan yang berhubungan dengan Pemantauan Pemilihan;
  • Pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan yang bersifat tindak pidana dan/atau perdata yang dilakukan oleh lembaga Pemantauan Pemilihan, dikenai sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.
Demikian beberapa rangkuman yang didapat dari bimbingan teknis pemantau independent yang disampaikan oleh Ketua panwaskab Blitar kepada seluruh kader GmnI blitar yang tergabung dalam team pemantau independent. semoga dengan diadakannya acara tersebut semakin menambah wawasan seluruh kader GmnI blitar serta dapat mewujudkan Demokrasi yang bermartabat yang menjadi motivasi GmnI Blitar sebagai pemantau independent.

MERDEKA!!!

#notulensi bimtek pemantau independent.

Minggu, 29 November 2015

GmnI Blitar terakreditasi KPU sebagai pemantau independent

Pilkada serentak yang akan dilaksanakan pada tanggal 9 desember 2015 bisa jadi momentum bagi sebagian banyak rakyat indonesia untuk ikut berpartisipasi dalam hajatan demokrasi tersebut. tidak terkecuali dengan Gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GmnI) Blitar. pada momentum tersebut GmnI Blitar ikut berpartisipasi dalam pesta demokrasi tersebut sebagai Pemantau Independent.

Adapun tujuan dari keikutsertaan GmnI Blitar dalam pesta demokrasi tersebut sebagai pemantau independent adalah  semata - mata untuk pembelajaran bagi sebagian besar kader GmnI blitar sekaligus GmnI Blitar berharap agar tercipta demokrasi yang lebih bermartabat.

GmnI Blitar adalah satu - satunya dari unsur mahasiswa yang terakreditasi sebagai pemantau independent untuk wilayah kabupaten dan kota Blitar. disamping GmnI Blitar ada 2 unsur pemantau independent lainnya yang terdaftar dan terakreditasi di KPUD Blitar, yaitu KIPP dan KKB.

GmnI Blitar semaksimal mungkin akan mengerahkan seluruh kadernya untuk ikut serta dalam proses pemantauan dalam perhelatan pilkada serentak di Blitar. terutama untuk wilayah kabupaten blitar. alasan kenapa GmnI lebih ditekankan kepada wilayah kabupaten blitar, karena kabupaten blitar hanya ada satu pasangan calon dan di indonesia hanya ada 3 wilayah yang hanya diikuti oleh satu pasangan calon, yaitu Tasikmalaya dan TTU. dan untuk ketiga wilayah tersebut pemantau independent mempunyai legal standing untuk menggugat hasil pilkada apabila terjadi pelanggaran didalam proses pilkada yaitu PMK No 4 Tahun 2015.

dalam pendistribusian seluruh kader GmnI Blitar dibagi menjadi dua kelompok. yaitu untuk pemantaun di wilayah kota Blitar di koordinatori oleh bung Joko Pramono sedangkan untuk wilayah kabupaten blitar di koordinatori oleh bung wakhid irvan.

semoga dengan terakreditasinya GmnI Blitar sebagai pemantau independent di KPUD Kabupaten dan Kota Blitar dapat memberikan sumbangsih untuk menuju Demokrasi yang bermartabat. MERDEKA. 

AYOO PANTAU BERSAMA untuk DEMOKRASI YANG BERMARTABAT.

Rabu, 03 Oktober 2012

Kemiskinan dan Reforma Agraria






Kemiskinan merupakan musuh bersama bagi tiap – tiap zaman. Tiap program pemerintah selalu diarahkan kepada pemberantasan kemiskinan, dana besar digerojokkan kedalam program pengentasan kemiskinan. Tetapi kemiskinan tetap saja terjadi, tentu ada yang salah dengan program tersebut. Pemetaan kantong – kantong kemiskinan harus dilakukan terlebih dahulu, baru kemudian bersama – sama dengan masyarakat dikawasan kemiskinan tersebut, pemerintah membuat perencanaan bersama.
Di Kabupaten Blitar berdasarkan catatan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) angka kemiskinannya sebesar 82.354 Kepala Keluarga, yang terdiri dari sangat miskin 11.711 kepala keluarga, miskin 35.633 kepala keluarga dan hampir miskin 35.010 Kepala Keluarga.
Adapun sebaran keluarga miskin di kabupaten Blitar sebagian besar berada di wilayah pedesaan, yang mata pencahariannya sebagai petani (pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan).
Sehingga jika kita menghendaki kemiskinan segera hilang dari bumi kabupaten Blitar yang perlu dilakukan adalah dengan melakukan pemetaan di wilayah – wilayah basis kemiskinan tersebut (desa dan pertanian), apa yang menjadi sebab – sebab utama kemiskinan.
Di pedesaan wilayah Kabupaten Blitar, penulis menemukan sebab utama kemiskinan terutama di wilayah yang tergolong sangat miskin, yakni persoalan kepemilikan, penguasaan, pemafaatan dan pengelolaan tanah. Tanah yang luas dikuasasi, diolah, dimiliki dan dimanfaatkan oleh orang yang secara jumlah sangat sedikit. Sedangkan masyarakat yang secara jumlah besar hanya menguasai sedikit tanah. Sehingga kesenjangan sosial terjadi.
Di wilayah pertanian ataupun pertanian ladang, kepemilikan sawah dan ladang sebagian besar dikuasasi oleh orang – orang yang berada dikota dan tidak menggantungkan hidupnya dari pertanian itu sendiri. Ini terlihat dari data petani gurem dan buruh tani yang semakin meningkat setiap tahunnya. Semakin tersentralnya kepemilikan atas tanah ditangan – tangan pemilik modal.
Sementara di wilayah perkebunan, buruh kebun digaji Rp. 15.000/hari dengan 4 anggota keluarga, yang jika tidak musim panen hanya dipekerjakan selama 3 hari dalam satu minggu. Sehingga dalam satu keluarga maksimal menghasilkan Rp. 600.000/bulan (dengan suami dan istri bekerja) atau Rp. 150.000/orang/bulan dibawah angka kemiskinan yang dibuat oleh BPS Rp. 254.000/orang/bulan. Tentunya dengan penghasilan tersebut, tidak akan pernah cukup bagi keluarga buruh perkebunan untuk hidup layak.
Sangat wajar, jika di wilayah perkebunan terjadi konflik antara masyarakat lokal dengan pihak perkebunan karena keadilan sosial bagi suluruh rakyat Indonesia tidak pernah diwujudkan oleh negara. Adapun sengketa pertanahan (agraria) di kabupaten Blitar melibatkan kurang lebih 15.000 Kepala Keluarga yang sebagian besar masuk dalam katagori sangat miskin.
Dari pemetaan awal tersebut kiranya pemerintah kabupaten Blitar harus melakukan, pertama pembatasan kepemilikan atas sumber agraria (tanah, air dan segala hal yang ada dibawahnya, udara dan ruang angkasa) bagi tiap keluarga sesuai dengan Undang – Undang Pokok Agraria. Kedua, segera melakukan redistribusi tanah yang diikuti dengan program pemberdayaan (landreform+ atau reforma agraria) terutama yang berada di kantong – kantong sengketa pertanahan.
Landreform Plus atau reforma agraria sendiri terdiri dari asset reform yaitu redistribusi tanah – tanah kepada petani gurem dan kaum buruh. Acces reform yaitu pemberian pelatihan, permodalan, peralatan dan pemasaran bagi penerima manfaat asset reform atau petani lainnya.
Landreform Plus  merupakan awal dari pengentasan kemiskinan dan jalan menuju keadilan sosial yang dalam bahasa Ir. Soekarno sebagai bagian mutlak dari Revolusi Indonesia, sebagai pondasi pembangunan Indonesia menuju masyarakat adil dan makmur. Selamat hari Tani 24 September 2012.

Kamis, 12 April 2012

TIADA KESEJAHTERAAN TANPA REFORMA AGRARIA





Gerakan kaum tani di Brasil memuncak pada 17 April 1996, berawal dari sebuah tragedi di kota Eldorado dos Carajos, Brasil, menyusul bentrokan antara aparat kemanan dengan rakyat setempat, yang menelan korban 19 orang tewas dan 60 orang luka – luka. Gerakan inilah yang telah menginspirasi gerakan rakyat di Brasil dalam bendera Movimento dos Trabalhadores Rurais Sem Terra. Telah menginspirasi gerakan petani di seluruh dunia untuk dijadikan sebagai hari tani internasional. Sebagai bentuk penghargaan terhadap segala perjuangan dan pengorbanan bagi kalangan petani dalam merebut kedaulatan yang hakiki.
Tanggal 4 April 2012 di dusun kulonbambang, desa Sumberurip, Kecamatan Doko, Kab. Blitar diselenggarakan pemberian Sertifikat Redistribusi Tanah atau yang dikenal dengan Landreform. Kegiatan ini dihadiri antara lain oleh Bupati Blitar Bapak Herry Noegroho, SE, MH, Wakil Bupati Blitar Bapak Rianto, Ketua DPRD Kab. Blitar Bapak Guntur Wahono, SE, Kepala Kantor Wilayah BPN Jawa Timur Ir. H. Doddy Imron Cholid, MS dengan semua Kepala bidang di BPN Jawa Timur dan tujuh ketua Kantor Pertanahan di Jawa Timur, Kepala Bank Indonesia Jawa Timur.
Landreform adalah penataulangan struktur pemilikan, penguasaan, pengelolaan dan pemanfaatan tanah atau sumber – sumber agrarian menjadi lebih adil, karena struktur yang ada sekarang dinilai tidak adil. Dimana warga Negara yang sedikit mempunyai sumber agrarian yang besar dan luas, sementara warga Negara dalam jumlah banyak hanya menguasai sedikit lahan. Sehingga pemberian sertifikat redistribusi tanah atau landreform di dusun Kulonbambang selain sebagai pelaksanaan dari UUPA juga sebagai kado bagi Petani kulonbambang di hari Tani Internasional.
Dalam perkembangannya landreform ditambah dengan program paska redistribusi tanah yang dikenal dengan Landreform plus atau Reforma agraria. Dalam Reforma Agraria dikenal dua tahapan, yakni landreform/asset reform dan acces reform yakni acces petani penerima tanah landreform kepda berbagai hal yang dibutuhkan untuk mengelola tanah tersebut, mulai dari pelatihan, pendidikan sampai permodalan.
Sehingga landreform atau Sertifikat Redistribusi tanah merupakan titik awal, atau pondasi yang harus terjadi untuk kemudian dikelola oleh penerima sertifikat guna menuju kesejahteraan bersama. Sertifikasi bukanlah akhir dari perjuangan kelompok tani sengketa pertanahan sebagaimana dimaknai selama ini. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Ketua Paguyuban Warga Tani Kulonbambang (PAWARTAKU – merupakan anggota dari Paguyuban Petani Aryo Blitar) Tukinan, yang diperkuat oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Jawa Timur Bapak Ir. H. Doddy Imron Cholid, M.S, dalam sambutan keduanya.
Sementara itu, Bupati Blitar Bapak Herry Noegroho, SE, MH menyatakan mendukung program reforma agrarian, namun Beliau juga harus sesuai dengan kedudukan dan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Beliau juga mengingat masa perjuangan Petani Kulonbambang selama 12 tahun memperjuangkan hak atas tanah, dimana sehari setelah dilantik menjadi Wakil Bupati pada tahun 2000, Bapak Herry Nugroho sudah didemo oleh masyarakat Kulonbambang untuk segera menyelesaikan sengketa Pertanahan antara PAWARTAKU dengan PT. Sari Bumi Kawi yang menguasai perkebunan Kulonbambang dengan HGU No. 1/Sumberurip seluas + 955,5 Ha yang berakhir tahun 1998.
Perkebunan Kulonbambang sendiri dalam sejarahnya merupakan bekas hak Erpacht Verponding No. 236 luas 63,1395 Ha, No. 327 seluas 4,3100 Ha, No. 232 seluas 629,5420 Ha, No. 311 seluas 34,1058 Ha, dan No. 71 seluas 204,9731 Ha, yang dulu dikenal dengan nama perkebunan “Kolonbambang” dengan pemegang Hak Atas nama N.V. Cultuur Maatsehappy Ardirejo te Soerabaya.
Tahun 1949, masyarakat telah memiliki pemukiman dan diakui dalam administrasi pemerintahan dengan nama desa Bangun sari. Namun paska peristiwa G30S, masyarakat desa Bangunsari, hanya diperbolehkan menggarap lahan tanpa memilikinya. Sedangkan Hak Guna Usaha diberikan kepada PT. Sari Bumi Kawi dengan SK Menteri Dalam Negeri tanggal 20 Oktober 1973 nomor: SK.77/HGU/DA/1973. Sedangkan Desa Bangunsari dihapus dari administrasi pemerintahan. Dengan begitu masyarakat yang berada didusun kulonbambang menjadi warga perkebunan (ikut administrasi perkebunan).
Selama menjadi bagian administrasi perkebunan, masyarakat seolah memiliki negara dalam negara yakni perkebunan, dan disebut sebagai orang Persil, yang merupakan kelas rendah dikalangan masyarakat Jawa. Kelas buruh perkebunan yang dikenal masyarakat akan tindakan kriminalisasi dan kemiskinan yang akut.
Dalam administrasi perkebunan tersebut, masyarakat kulonbambang ikut dalam bagian pemerintahan desa Sumberurip. Sebuah desa yang berada disebelah selatan desa Bangun sari dan tidak termasuk dalam wilayah perkebunan. Menjadikan wilayah desa Sumberurip menjadi 2, antara yang di dalam perkebunan dan diluar perkebunan.
Reformasi telah merubah segalanya. Keterbukaan dalam mengeluarkan pendapat dan tata pemerintah yang belum stabil di tahun 1997-1998, telah menjadi momentum bagi masyarakat kulonambang untuk kembali menjadi petani penuh sebagaimana pendahulunya dengan merebut kembali lahan.
Masyarakat kulonbambang mengorganisir dirinya dalam kelompok perjuangan. Kemudian melakukan pendudukan atas lahan yang dulu pernah dikuasai (dusun Bangunsari). Perjuangan guna menduduki lahanpun berhasil meskipun pengesahan (sertifikasi) belum didapatkan oleh masyarakat. Sejak reklaiming yang dilakukan pada tahun 2001, baru pada januari 2011 mendapat kejelasan sertifikasi. Dengan dijadikannya lahan seluas 280 Ha sebagai Tanah Objek Landreform (TOL).
Dari total 280 Ha tersebut, 35 Ha dijadikan sebagai lahan kolektif yang terdiri dari lahan garapan bersama, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tani, dan fasilitas umum lainnya. Seluas 25 Ha untuk Jalan, perumahan, sungai dll yang diberikan pada Januari 2012 dengan sertifikat Land Consolidation (LC).

Bentuk Sertifikat

Sertifikat Reditribusi tanah atau Landreform berbeda dengan sertifikat Hak Milik tanah biasa. Dalam sertifikat landreform ini diterangkan bahwa sertifikat tidak bias dialihnamakan baik sebagian maupun keseluruhan selama 10 tahun. Sehingga tidak dapat diagunankan ke Bank dan oleh sebagian orang dianggap sebagai sertifikat yang tidak sah.
Namun sebenarnya sertifikat tersebut telah benar dan sesuai dengan semangat lanreform atau Reforma Agraria yang ada di UU Pokok Agraria. Karena dengan adanya aturan tersebut, akan menjadikan pemilik sertifikat untuk mengelola sendiri lahan yang didapatnya, sehingga lahan tersebut mampu menghidupi. Dari proses 10 tahun itu, diharapkan akan terjadi hubungan batin antara pengelola tanah dengan tanah yang dikelolanya. Sehingga proses terjadinya rekonsentrasi kepemilikan tanah dapat dicegah.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Petani

Selain pemberian sertifikat redistribusi tanah atau sertifikat landreform ini Bupati dan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kakanwil BPN) Jawa Timur juga mengesahkan Wisma dan Balai Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tani PAWARTAKU. Tempat ini akan digunakan oleh masyarakat Kulonbambang untuk menjalankan pendidikan dan pelatihan. Selain itu, sarana pendidikan ini dapat digunakan oleh siapa saja baik peani maupun kalangan yang lain untuk melakukan pendidikan dan pelatihan. Hal ini menunjukan semangat petani Kulonbambang untuk segera merealisasikan cita – citanya menjadi petani yang berdaulat menuju kesejahteraan bersama, dengan mendahulukan peningkatan Sumber Daya Manusia.
Kegiatan ini juga ditandai dengan penanaman 5000 bibit pohon yang secara simbolis dilakukan oleh Ketua DPRD Kab. Blitar Bapak Guntur Wahono, Bupati Blitar Bapak Herry Noegroho, Wakil Bupati Blitar Bapak Rianto. Bibit pohon sendiri diperoleh dari  Djarum Green Life Foundation yang ikut mendukung penyelenggaraan kegiatan tersebut.
            Semoga dengan penyelenggaraan pemberian sertifikat landreform yang dihadiri oleh berbagai pihak tersebut. Program reforma agraria yang melibatkan multipihak dengan berbasis gotong – royong yang selama ini didengungkan oleh aktivis petani dapat berhasil dengan keadilan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik. Tentunya dengan menjadikan Kulonbambang sebagai pilot project dari reforma agraria ini.

Sabtu, 31 Maret 2012

TOLAK KENAIKAN BBM DI BLITAR



Indonesia adalah negara miskin yang memproduksi minyak. Produksi minyak indonesia, sebagaimana dapat disimak dalam berbagai edisi Nota Keuangan, rata-rata mencapai di atas satu juta barrel per hari. Tahun 2003 dan 2004, produksi minyak indonesia mencapai 1,09 juta barrel dan 1,15 juta barrel per hari. Sedangkan untuk tahun 2005, produksi minyak indonesia diproyeksikan mencapai 1,12 juta barrel per hari. Sebagai produksi minyak Indonesia, dengan pertimbangan bahwa kualitas dan harganya jauh lebih tinggi, di ekspor ke negara lain. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi BBM di dalam negeri, Indonesia mengimpor minyak dengan kualitas dan harga yang lebih rendah dari negara lain.
Kebijakan menaikan harga BBM adalah berkaitan dengan kebijakan besar liberalisasi ekonomi yang saat ini tengah berlangsung di indonesia. Secara khusus, kebijakan menaikan harga BBM berkaitan dengan kebijakan uang ketat yang merupakan bagian dari pelaksanaan agenda konsensus washington sebagaimana diperintahkan oleh IMF. Sebagai unsur dari agenda Konsensus Washington, tujuan utama kebijakan ini pada dasarnya adalah untuk memperbesar peranan mekanisme pasar dalam penyelenggaraan perekonomian indonesia.
Sesungguhnya, penolakan naiknya harga BBM merupakan perjuangan kemanusiaan juga perjuangan untuk kedaulatan negara. Keduanya sama dengan perjuangan kemerdekaan yang sangat mulia di mata Tuhan, Rakyat dan negara. Perjuangan yang sah untuk diutebus dengan keringat, darah dan nyawa.
Aset – aset negara dikuasai oleh pihak asing, termasuk tambang – tambang minyak danm itu terjadi hingga sekarang! Sehingga tidak heran jika kondisi negara kita sekarang ini tidak karuan, padahal di negeri yang permai ini, negeri yang permai ini, negeri yang subur ini, harusnya jangan sampai ada rakyatnya yang mati kelaparan hanya karena keserakan para penguasa/
Maka kami Aliansi Mahasiswa Blitar Bersatu (GmnI, PMII, LMND, BEM UIB, BEM STIT, BEM STKIP PGRI, BEM STIEKEN Kesuma Bangsa) “MENOLAK KENAIKAN HARGA BBM" dan menuntut seluruh birokrasi pemerintah yang ada di Blitar Raya untuk :
1.       Tolak kenaikan harga BBM
2.       Nasionalisasikan kilang minyak asing
3.       Laksanakan UUD 1945 pasal 33 ayat 3
4.       Kurangi APBN untuk biaya birokrasi yang membebani dan mengalokasikan lebih banyak untuk kesejahteraan hajat hidup orang banyak.
5.       Tuntaskan kasus korupsi serta tindak tegas pelakunya tanpa pandang bulu
6.       Realisasikan pendidikan dan kesehatan gratis serta membuka lapangan kerja seluas – luasnya
7.       Buat regulasi pembatasan kendaraan pribadi dan buat sarana transportasi masal yang aman dan terjangkau.

Senin, 27 Februari 2012

SEKALI LAGI … !!! SUMBER AGRARIA BUKAN BARANG KOMODITAS



 


Kesenjangan kepemilikan sumber – sumber agrarian dewasa ini semakin terasa dimana 0,2% warga Negara Indonesia yang paling kaya menguasai 56% dari sumber agrarian nasional. Ini menunjukan bahwa pembangunan Indonesia bagaimanapun bentuknya pasti akan mengalami kesenjangan social. Karena barang siapa yang menguasai sumber agrarian dia menguasai dunia. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Malthus, bahwa pertumbuhan jumlah penduduk seperti deret ukur, sedangkan pertambahan sumber makanan (yang berasal dari agrarian semuanya), seperti deret hitung. Sehingga manusia akan mengalami krisis makanan, yang berawal dari krisis agrarian (sentralisasi penguasaan sumber – sumber agrarian).
Dalam teori Malthus ini maka dalam perkembangan ekonomi politik dunia kedepan yang akan mendapatkan keuntungan hanyalah para tuan tanah (penguasa sumber agrarian) saja. Karena keuntungan perusahaan – perusahaan, akan banyak digunakan untuk menyewa lahan untuk produksi maupun distribusi. Ini mengingat pertambahan penduduk yang semakin besar sedangkan sumber agrarian sebagai sumber makanan jumlahnya tetap.
Ini menunjukan sejak zaman dahulu hingga nanti kedepan, peran penting agrarian baik dalam tata kuasa maupun tata produksi sangatlah penting bagi kesejahteraan individu. Sehingga tiap individu akan berlomba – lomba untuk mendapatkan sumber agrarian sebagai investasi yang paling diminati. Hal ini menjadikan sumber agrarian terkonsentrasi kepada beberapa individu saja yang secara ekonomi sudah mapan. Dan jika didiamkan, selamanya struktur agrarian tetap akan timpang.
Ketimpangan penguasaan struktur agrarian, mengakibatkan ketimpangan pembagian kue pembangunan di republic ini, sebagaimana kita ketahui bahwa 40 orang terkaya di Indonesia menghasilkan Rp. 640 T sama dengan yang disumbangkan oleh 60 juta jiwa penduduk yang paling miskin di Indonesia atau sekitar 10% dari total Produk Domestik Bruto Indonesia.

Amanat Kontitusi
                Soal agrarian adalah soal hidup dan kehidupan (M. Tauchid), sehingga siapa yang menguasai sumber agrarian maka ia menguasai dunia dan kehidupan ini. Hal ini diketahui oleh para pendiri bangsa yang dalam perjuangan dan peletakan dasar Negara masih murni merupakan memegang amanah rakyat tersebut. Sehingga dala konstitusi Negara kita muncullah pasal 33 ayat 3 dikatakan Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai Negara dan dipergunakan untuk sebesar – besar kemakmuran rakyat.
                Semangat inilah yang seharusnya dipegang oleh Negara (penguasai) sampai kapanpun. Semangat bahwa sumber agrarian adalah sumber kemakmuran bagi rakyat Indonesia, bagi seluruh tumpah darah Indonesia. Negara diberikan amanat untuk aktif mengelola, menguasai atau memberikan hak atas sumber agrarian demi sebesar – besarnya kemakmuran rakyat, bukan sebagai barang komoditas yang diperdagangkan untuk kesejahteraan personal semata. Namun sebagai alat untuk kesejahteraan bersama. Sehingga sumber agrarian tidak lagi digunakan sebagai alat untuk mengeksploitasi manusia lain, sebagaimana zaman feudal.
                Negara harus memberikan kesejahteraan kepada seluruh rakyat Indonesia, karena cita – cita tertinggi dalam penyusunan Republik Indonesia ini tidak lain ialah suatu masyarakat yang adil dan makmur. Kata adil didahulukan daripada kata makmur sebagaimana di Deklaration of Independen (pembukaan UUD’45) kita. “…….. Kedepan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur….”.
                Disini keadilan bukanlah akibat (hasil akhir) dari pembangunan yang dilakukan secara terus menerus sebagaimana teori tetesan air. Tetapi keadilan adalah amanat dari pembangunan yang harus diselenggarakan oleh Negara. Sehingga suka tidak suka keadilan harus diwujudkan dari sekarang untuk kemudian dibawa kepada suatu masyarakat yang makmur.
                Untuk mewujudkan suatu keadilan tersebut terlebih dahulu harus dilakukan ialah keadilan dilapangan agrarian, keadilan penguasaan sumber agrarian, Perubahan struktur penguasaan sumber agrarian perlu dilakukan terlebih dahulu. Karena setiap persoalan atau kegiatan ekonomi politik tidak dapat dilepaskan dari permasalahan agrarian. Bahkan Gunawan Wiradi mengatakan bahwa setiap permasalahan didunia ini adalah permasalahan agrarian, agama suku rasa tau apapun hanyalah soal bungkusnya saja.
                Persoalan agrarian juga merupakan pokok bagi setiap bangsa dan Negara di dunia. Persoalan yang harus segera diselesaikan, karena tanpa keadilan penguasaan agrarian tidak akan pernah terjadi keadilan dalam pembangunan dalam bentuk apapun. Hal ini sebagaimana diramalkan oleh Malthus dalam paragraph kedua tulisan ini.

Yang Harus Dilakukan
                Dari kesadaran bahwa sumber agrarian bukanlah barang komoditas yang diperdagangkan, bahkan menjadi barang spekulan, namun sebagai alat untuk dan demi kesejahteraan bersama. Sehingga Negara mempunyai peranan penuh untuk mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Dimana keadilan atas penguasaan sumber agrarian adalah pondasi bagi keadilan pembangunan, maka terlebih dahulu Negara harus melakukan restrukturisasi penguasaan atas sumber – sumber agrarian di Negara ini, untuk ditata ulang menjadi berkeadilan.
                Restrukturisasi disini bukan berarti pembagian tanah-tanah Negara kepada rakyat yang tidak memiliki tanah semata. Karena dengan metode seperti ini hanya akan mengangkat sedikit martabat sekian warga Negara yang tidak mempunyai alat produksi dalam hal ini tanah, namun tetap membiarkan terjadinya konsentrasi kepemilikan tanah pada beberapa orang saja. Tentunya kesenjangan kepemilikan sumber agrarian tetap akan terjadi.
                Sehingga yang dimaksud restrukturisasi kepemilikan dan penguasaan sumber agrarian atau yang sering disebut sebagai landreform (reforma agrarian bagian asset reform) juga harus mengenai sumber – sumber agrarian yang dikuasai oleh personal – personal (orang – orang kaya). Dimana sumber agrarian tersebut harus dibeli dengan paksa oleh pemerintah, untuk kemudian dibagikan kepada rakyat dengan cara kredit melalui koperasi tani yang dibentuk dimasing – masing Organisasi Tani Lokal.
                Hal tersebut, sebenarnya sudah diatur dalam Undang – Undang Pokok Agraria yang mulai tahun 1965 dikubur oleh rezim Soeharto. Semangat UUPA 1960 yang merupakan bentuk ideal menuju masyarakat adil dan makmur (sosialisme ala Indonesia) di lapangan agrarian. Dan merupakan produk hukum terbaik selama Indonesia merdeka tersebut harus dilaksanakan dengan konsisten. Bukannya Negara tunduk pada kemauan swasta yang mengejar keuntungan semata.
                Dengan dasar hukum yang sudah jelas tersebut, sudah seharusnya Negara dengan berbagai kekuatannya harus dengan segera melakukan Landreform, karena sumber agrarian adalah sumber kemakmuran bersama bukan barang dagangan.