Kamis, 12 April 2012

TIADA KESEJAHTERAAN TANPA REFORMA AGRARIA





Gerakan kaum tani di Brasil memuncak pada 17 April 1996, berawal dari sebuah tragedi di kota Eldorado dos Carajos, Brasil, menyusul bentrokan antara aparat kemanan dengan rakyat setempat, yang menelan korban 19 orang tewas dan 60 orang luka – luka. Gerakan inilah yang telah menginspirasi gerakan rakyat di Brasil dalam bendera Movimento dos Trabalhadores Rurais Sem Terra. Telah menginspirasi gerakan petani di seluruh dunia untuk dijadikan sebagai hari tani internasional. Sebagai bentuk penghargaan terhadap segala perjuangan dan pengorbanan bagi kalangan petani dalam merebut kedaulatan yang hakiki.
Tanggal 4 April 2012 di dusun kulonbambang, desa Sumberurip, Kecamatan Doko, Kab. Blitar diselenggarakan pemberian Sertifikat Redistribusi Tanah atau yang dikenal dengan Landreform. Kegiatan ini dihadiri antara lain oleh Bupati Blitar Bapak Herry Noegroho, SE, MH, Wakil Bupati Blitar Bapak Rianto, Ketua DPRD Kab. Blitar Bapak Guntur Wahono, SE, Kepala Kantor Wilayah BPN Jawa Timur Ir. H. Doddy Imron Cholid, MS dengan semua Kepala bidang di BPN Jawa Timur dan tujuh ketua Kantor Pertanahan di Jawa Timur, Kepala Bank Indonesia Jawa Timur.
Landreform adalah penataulangan struktur pemilikan, penguasaan, pengelolaan dan pemanfaatan tanah atau sumber – sumber agrarian menjadi lebih adil, karena struktur yang ada sekarang dinilai tidak adil. Dimana warga Negara yang sedikit mempunyai sumber agrarian yang besar dan luas, sementara warga Negara dalam jumlah banyak hanya menguasai sedikit lahan. Sehingga pemberian sertifikat redistribusi tanah atau landreform di dusun Kulonbambang selain sebagai pelaksanaan dari UUPA juga sebagai kado bagi Petani kulonbambang di hari Tani Internasional.
Dalam perkembangannya landreform ditambah dengan program paska redistribusi tanah yang dikenal dengan Landreform plus atau Reforma agraria. Dalam Reforma Agraria dikenal dua tahapan, yakni landreform/asset reform dan acces reform yakni acces petani penerima tanah landreform kepda berbagai hal yang dibutuhkan untuk mengelola tanah tersebut, mulai dari pelatihan, pendidikan sampai permodalan.
Sehingga landreform atau Sertifikat Redistribusi tanah merupakan titik awal, atau pondasi yang harus terjadi untuk kemudian dikelola oleh penerima sertifikat guna menuju kesejahteraan bersama. Sertifikasi bukanlah akhir dari perjuangan kelompok tani sengketa pertanahan sebagaimana dimaknai selama ini. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Ketua Paguyuban Warga Tani Kulonbambang (PAWARTAKU – merupakan anggota dari Paguyuban Petani Aryo Blitar) Tukinan, yang diperkuat oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Jawa Timur Bapak Ir. H. Doddy Imron Cholid, M.S, dalam sambutan keduanya.
Sementara itu, Bupati Blitar Bapak Herry Noegroho, SE, MH menyatakan mendukung program reforma agrarian, namun Beliau juga harus sesuai dengan kedudukan dan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Beliau juga mengingat masa perjuangan Petani Kulonbambang selama 12 tahun memperjuangkan hak atas tanah, dimana sehari setelah dilantik menjadi Wakil Bupati pada tahun 2000, Bapak Herry Nugroho sudah didemo oleh masyarakat Kulonbambang untuk segera menyelesaikan sengketa Pertanahan antara PAWARTAKU dengan PT. Sari Bumi Kawi yang menguasai perkebunan Kulonbambang dengan HGU No. 1/Sumberurip seluas + 955,5 Ha yang berakhir tahun 1998.
Perkebunan Kulonbambang sendiri dalam sejarahnya merupakan bekas hak Erpacht Verponding No. 236 luas 63,1395 Ha, No. 327 seluas 4,3100 Ha, No. 232 seluas 629,5420 Ha, No. 311 seluas 34,1058 Ha, dan No. 71 seluas 204,9731 Ha, yang dulu dikenal dengan nama perkebunan “Kolonbambang” dengan pemegang Hak Atas nama N.V. Cultuur Maatsehappy Ardirejo te Soerabaya.
Tahun 1949, masyarakat telah memiliki pemukiman dan diakui dalam administrasi pemerintahan dengan nama desa Bangun sari. Namun paska peristiwa G30S, masyarakat desa Bangunsari, hanya diperbolehkan menggarap lahan tanpa memilikinya. Sedangkan Hak Guna Usaha diberikan kepada PT. Sari Bumi Kawi dengan SK Menteri Dalam Negeri tanggal 20 Oktober 1973 nomor: SK.77/HGU/DA/1973. Sedangkan Desa Bangunsari dihapus dari administrasi pemerintahan. Dengan begitu masyarakat yang berada didusun kulonbambang menjadi warga perkebunan (ikut administrasi perkebunan).
Selama menjadi bagian administrasi perkebunan, masyarakat seolah memiliki negara dalam negara yakni perkebunan, dan disebut sebagai orang Persil, yang merupakan kelas rendah dikalangan masyarakat Jawa. Kelas buruh perkebunan yang dikenal masyarakat akan tindakan kriminalisasi dan kemiskinan yang akut.
Dalam administrasi perkebunan tersebut, masyarakat kulonbambang ikut dalam bagian pemerintahan desa Sumberurip. Sebuah desa yang berada disebelah selatan desa Bangun sari dan tidak termasuk dalam wilayah perkebunan. Menjadikan wilayah desa Sumberurip menjadi 2, antara yang di dalam perkebunan dan diluar perkebunan.
Reformasi telah merubah segalanya. Keterbukaan dalam mengeluarkan pendapat dan tata pemerintah yang belum stabil di tahun 1997-1998, telah menjadi momentum bagi masyarakat kulonambang untuk kembali menjadi petani penuh sebagaimana pendahulunya dengan merebut kembali lahan.
Masyarakat kulonbambang mengorganisir dirinya dalam kelompok perjuangan. Kemudian melakukan pendudukan atas lahan yang dulu pernah dikuasai (dusun Bangunsari). Perjuangan guna menduduki lahanpun berhasil meskipun pengesahan (sertifikasi) belum didapatkan oleh masyarakat. Sejak reklaiming yang dilakukan pada tahun 2001, baru pada januari 2011 mendapat kejelasan sertifikasi. Dengan dijadikannya lahan seluas 280 Ha sebagai Tanah Objek Landreform (TOL).
Dari total 280 Ha tersebut, 35 Ha dijadikan sebagai lahan kolektif yang terdiri dari lahan garapan bersama, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tani, dan fasilitas umum lainnya. Seluas 25 Ha untuk Jalan, perumahan, sungai dll yang diberikan pada Januari 2012 dengan sertifikat Land Consolidation (LC).

Bentuk Sertifikat

Sertifikat Reditribusi tanah atau Landreform berbeda dengan sertifikat Hak Milik tanah biasa. Dalam sertifikat landreform ini diterangkan bahwa sertifikat tidak bias dialihnamakan baik sebagian maupun keseluruhan selama 10 tahun. Sehingga tidak dapat diagunankan ke Bank dan oleh sebagian orang dianggap sebagai sertifikat yang tidak sah.
Namun sebenarnya sertifikat tersebut telah benar dan sesuai dengan semangat lanreform atau Reforma Agraria yang ada di UU Pokok Agraria. Karena dengan adanya aturan tersebut, akan menjadikan pemilik sertifikat untuk mengelola sendiri lahan yang didapatnya, sehingga lahan tersebut mampu menghidupi. Dari proses 10 tahun itu, diharapkan akan terjadi hubungan batin antara pengelola tanah dengan tanah yang dikelolanya. Sehingga proses terjadinya rekonsentrasi kepemilikan tanah dapat dicegah.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Petani

Selain pemberian sertifikat redistribusi tanah atau sertifikat landreform ini Bupati dan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kakanwil BPN) Jawa Timur juga mengesahkan Wisma dan Balai Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tani PAWARTAKU. Tempat ini akan digunakan oleh masyarakat Kulonbambang untuk menjalankan pendidikan dan pelatihan. Selain itu, sarana pendidikan ini dapat digunakan oleh siapa saja baik peani maupun kalangan yang lain untuk melakukan pendidikan dan pelatihan. Hal ini menunjukan semangat petani Kulonbambang untuk segera merealisasikan cita – citanya menjadi petani yang berdaulat menuju kesejahteraan bersama, dengan mendahulukan peningkatan Sumber Daya Manusia.
Kegiatan ini juga ditandai dengan penanaman 5000 bibit pohon yang secara simbolis dilakukan oleh Ketua DPRD Kab. Blitar Bapak Guntur Wahono, Bupati Blitar Bapak Herry Noegroho, Wakil Bupati Blitar Bapak Rianto. Bibit pohon sendiri diperoleh dari  Djarum Green Life Foundation yang ikut mendukung penyelenggaraan kegiatan tersebut.
            Semoga dengan penyelenggaraan pemberian sertifikat landreform yang dihadiri oleh berbagai pihak tersebut. Program reforma agraria yang melibatkan multipihak dengan berbasis gotong – royong yang selama ini didengungkan oleh aktivis petani dapat berhasil dengan keadilan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik. Tentunya dengan menjadikan Kulonbambang sebagai pilot project dari reforma agraria ini.