Senin, 27 Februari 2012

SEKALI LAGI … !!! SUMBER AGRARIA BUKAN BARANG KOMODITAS



 


Kesenjangan kepemilikan sumber – sumber agrarian dewasa ini semakin terasa dimana 0,2% warga Negara Indonesia yang paling kaya menguasai 56% dari sumber agrarian nasional. Ini menunjukan bahwa pembangunan Indonesia bagaimanapun bentuknya pasti akan mengalami kesenjangan social. Karena barang siapa yang menguasai sumber agrarian dia menguasai dunia. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Malthus, bahwa pertumbuhan jumlah penduduk seperti deret ukur, sedangkan pertambahan sumber makanan (yang berasal dari agrarian semuanya), seperti deret hitung. Sehingga manusia akan mengalami krisis makanan, yang berawal dari krisis agrarian (sentralisasi penguasaan sumber – sumber agrarian).
Dalam teori Malthus ini maka dalam perkembangan ekonomi politik dunia kedepan yang akan mendapatkan keuntungan hanyalah para tuan tanah (penguasa sumber agrarian) saja. Karena keuntungan perusahaan – perusahaan, akan banyak digunakan untuk menyewa lahan untuk produksi maupun distribusi. Ini mengingat pertambahan penduduk yang semakin besar sedangkan sumber agrarian sebagai sumber makanan jumlahnya tetap.
Ini menunjukan sejak zaman dahulu hingga nanti kedepan, peran penting agrarian baik dalam tata kuasa maupun tata produksi sangatlah penting bagi kesejahteraan individu. Sehingga tiap individu akan berlomba – lomba untuk mendapatkan sumber agrarian sebagai investasi yang paling diminati. Hal ini menjadikan sumber agrarian terkonsentrasi kepada beberapa individu saja yang secara ekonomi sudah mapan. Dan jika didiamkan, selamanya struktur agrarian tetap akan timpang.
Ketimpangan penguasaan struktur agrarian, mengakibatkan ketimpangan pembagian kue pembangunan di republic ini, sebagaimana kita ketahui bahwa 40 orang terkaya di Indonesia menghasilkan Rp. 640 T sama dengan yang disumbangkan oleh 60 juta jiwa penduduk yang paling miskin di Indonesia atau sekitar 10% dari total Produk Domestik Bruto Indonesia.

Amanat Kontitusi
                Soal agrarian adalah soal hidup dan kehidupan (M. Tauchid), sehingga siapa yang menguasai sumber agrarian maka ia menguasai dunia dan kehidupan ini. Hal ini diketahui oleh para pendiri bangsa yang dalam perjuangan dan peletakan dasar Negara masih murni merupakan memegang amanah rakyat tersebut. Sehingga dala konstitusi Negara kita muncullah pasal 33 ayat 3 dikatakan Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai Negara dan dipergunakan untuk sebesar – besar kemakmuran rakyat.
                Semangat inilah yang seharusnya dipegang oleh Negara (penguasai) sampai kapanpun. Semangat bahwa sumber agrarian adalah sumber kemakmuran bagi rakyat Indonesia, bagi seluruh tumpah darah Indonesia. Negara diberikan amanat untuk aktif mengelola, menguasai atau memberikan hak atas sumber agrarian demi sebesar – besarnya kemakmuran rakyat, bukan sebagai barang komoditas yang diperdagangkan untuk kesejahteraan personal semata. Namun sebagai alat untuk kesejahteraan bersama. Sehingga sumber agrarian tidak lagi digunakan sebagai alat untuk mengeksploitasi manusia lain, sebagaimana zaman feudal.
                Negara harus memberikan kesejahteraan kepada seluruh rakyat Indonesia, karena cita – cita tertinggi dalam penyusunan Republik Indonesia ini tidak lain ialah suatu masyarakat yang adil dan makmur. Kata adil didahulukan daripada kata makmur sebagaimana di Deklaration of Independen (pembukaan UUD’45) kita. “…….. Kedepan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur….”.
                Disini keadilan bukanlah akibat (hasil akhir) dari pembangunan yang dilakukan secara terus menerus sebagaimana teori tetesan air. Tetapi keadilan adalah amanat dari pembangunan yang harus diselenggarakan oleh Negara. Sehingga suka tidak suka keadilan harus diwujudkan dari sekarang untuk kemudian dibawa kepada suatu masyarakat yang makmur.
                Untuk mewujudkan suatu keadilan tersebut terlebih dahulu harus dilakukan ialah keadilan dilapangan agrarian, keadilan penguasaan sumber agrarian, Perubahan struktur penguasaan sumber agrarian perlu dilakukan terlebih dahulu. Karena setiap persoalan atau kegiatan ekonomi politik tidak dapat dilepaskan dari permasalahan agrarian. Bahkan Gunawan Wiradi mengatakan bahwa setiap permasalahan didunia ini adalah permasalahan agrarian, agama suku rasa tau apapun hanyalah soal bungkusnya saja.
                Persoalan agrarian juga merupakan pokok bagi setiap bangsa dan Negara di dunia. Persoalan yang harus segera diselesaikan, karena tanpa keadilan penguasaan agrarian tidak akan pernah terjadi keadilan dalam pembangunan dalam bentuk apapun. Hal ini sebagaimana diramalkan oleh Malthus dalam paragraph kedua tulisan ini.

Yang Harus Dilakukan
                Dari kesadaran bahwa sumber agrarian bukanlah barang komoditas yang diperdagangkan, bahkan menjadi barang spekulan, namun sebagai alat untuk dan demi kesejahteraan bersama. Sehingga Negara mempunyai peranan penuh untuk mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Dimana keadilan atas penguasaan sumber agrarian adalah pondasi bagi keadilan pembangunan, maka terlebih dahulu Negara harus melakukan restrukturisasi penguasaan atas sumber – sumber agrarian di Negara ini, untuk ditata ulang menjadi berkeadilan.
                Restrukturisasi disini bukan berarti pembagian tanah-tanah Negara kepada rakyat yang tidak memiliki tanah semata. Karena dengan metode seperti ini hanya akan mengangkat sedikit martabat sekian warga Negara yang tidak mempunyai alat produksi dalam hal ini tanah, namun tetap membiarkan terjadinya konsentrasi kepemilikan tanah pada beberapa orang saja. Tentunya kesenjangan kepemilikan sumber agrarian tetap akan terjadi.
                Sehingga yang dimaksud restrukturisasi kepemilikan dan penguasaan sumber agrarian atau yang sering disebut sebagai landreform (reforma agrarian bagian asset reform) juga harus mengenai sumber – sumber agrarian yang dikuasai oleh personal – personal (orang – orang kaya). Dimana sumber agrarian tersebut harus dibeli dengan paksa oleh pemerintah, untuk kemudian dibagikan kepada rakyat dengan cara kredit melalui koperasi tani yang dibentuk dimasing – masing Organisasi Tani Lokal.
                Hal tersebut, sebenarnya sudah diatur dalam Undang – Undang Pokok Agraria yang mulai tahun 1965 dikubur oleh rezim Soeharto. Semangat UUPA 1960 yang merupakan bentuk ideal menuju masyarakat adil dan makmur (sosialisme ala Indonesia) di lapangan agrarian. Dan merupakan produk hukum terbaik selama Indonesia merdeka tersebut harus dilaksanakan dengan konsisten. Bukannya Negara tunduk pada kemauan swasta yang mengejar keuntungan semata.
                Dengan dasar hukum yang sudah jelas tersebut, sudah seharusnya Negara dengan berbagai kekuatannya harus dengan segera melakukan Landreform, karena sumber agrarian adalah sumber kemakmuran bersama bukan barang dagangan.

Senin, 13 Februari 2012

MENG – INTERUPSI AKAN DICABUTNYA SUBSIDI BBM



 


                Media baik nasional maupun lokal dan juga masyarakat Indonesia saat ini sedang gelisah terkait dengan rencana Pemerintah untuk mengurangi subsidi Bahan Bakar Minyak atau BBM. Pengurangan subsidi tersebut akan mengakibatkan inflasi meningkat tajam, karena setiap barang dan jasa selalu membutuhkan Bahan Bakar Minyak.
                Alasan pemerintah untuk mengurangi subsidi tersebut, karena pemerintah merasa terbebani pengeluaran di bidang subsidi untuk BBM. Sehingga pengurangan subsidi mutlak untuk dilakukan, dan subsidi yang dikurangkan tersebut akan dialihkan kepada program pemerintah yang lebih mengena kepada sasaran (masyarakat dengan ekonomi menengah kebawah).
                Beban di APBN tersebut muncul karena harga BBM dipasaran dunia yang cenderung terus naik, dikarenakan adanya krisis politik di Timur Tengah, permasalahan nuklir Iran dan Krisis Eropa. Sehingga negara Indonesia yang merupakan importir BBM harus menyediakan banyak subsidi untuk rakyatnya.
                Namun apakah alasan seperti itu saja masuk akal, untuk mengurangi tanggungjawab negara kepada rakyatnya untuk menyejahterakannya? Menyerahkan kesejahteraan warga negara (rakyat) kepada pasar dan membiarkan rakyat bertarung dengan pasar yang dikuasai oleh korporasi global seperti saat ini. Membiarkan rakyat bertarung dengan paar dalam artian, negara mencabut sedikit demi sedikit subsidi yang diberikan kepada rakyat, sehingga suatu saat nanti negara tidak melakukan subsidi apapun kepada rakyat. Kalau begitu, apa gunakan negara ini dibuat, padahal tugas utama negara ini tidak lain adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat.
                Tugas Negara untuk menyejahterakan rakyat tersebut tercantum dengan jelas di konstitusi negara Indonesia. Bahwa negara bertangungjawab untuk meningkatkan kesejahteraan umum, mencerdasakan kehidupan bangsa dan lain – lain. Dalam artian Negara kita tidak diset untuk menjadi negara penjaga malam semata (negara yang hanya bertugas untuk menjaga keamanan masyarakatnya saja).
                Saat ini, semua negara didunia baik yang membangun negara dengan ideologi kanan (kapitalisme) maupun kiri (sosialisme) selalu menjadi negara kesejahteraan. Semua negara di dunia ini sadar bahwa kesejahteraan rakyat merupakan tanggungjawab setiap negara dan hak tiap rakyat. Karena rakyat telah memberikan kepada negara sebagian haknya untuk mengatur pelaksanaan/pemenuhan hak dan menguasai sumber agraria demi kesejahteraan rakyatnya.
                Kembali kepada permasalahan subsidi BBM, bahwa sudah menjadi tanggungjawab negaralah menanggung dan meningkatkan kesejahteraan warga negaranya sebagaimana amanat konstitusi. Jika penggunaan BBM bersubsidi dikwatirkan akan disalahgunakan bagi kalangan mampu, bukan berarti pengurangan subsidi dilakukan. Tetapi penertiban terkait penggunaan subsidi BBM yang harus dilakukan oleh negara.
                Pengurangan subsidi dengan pengalihan kepada rogram lain yang lebih pro kepada rakyat, juga tetap akan menyebabkan inflasi, yang pada akhirnya tetap menyebabkan rakyat dengan penghasilan rendah semakin tersisih dalam mendapatkan barang dan jasa demi kesejahteraannya.

Melanggar Konstitusi Negara    

Dalam konstitusi Negara Indonesia dikatakan bahwa Negara menguasai sumber – sumber agrarian untuk digunakan sebesar – besarnya demi kemakmuran/kesejahteraan rakyat. BBM yang merupakan salah satu unsure agrarian tentunya harus dikuasai oleh Negara mulai dari hulu sampai hilir sehingga Negara memiliki keuntungan untuk mengadakan pembangunan demi kesejahteraan. Bukan justru Negara menyerahkan hal tersebut kepada pasar yang terbukti menindas sikecil.
Pasar BBM kini tidak menjadi monopoli BUMN kita (baca Pertamina), namun sudah banyak perusahaan Trans Nasional yang ikut dalam distribusi hasil bumi nusantara tersebut. Tentunya ini merupakan bentuk pengkhianatan terhadap konstitusi Negara yang dilakukan oleh pemerintah saat ini didepan mata rakyatnya, dengan mengatasnamakan kemandirian rakyat, agar tidak tergantung kepada Negara.

Mekanisme Pasar agenda Hiperlib

Alasan Negara untuk mengurangi subsidi ialah demi menyesuaikan dengan harga BBM dipasaran dunia. Ini berarti mengurangi peran Negara dan menyerahkan barang yang menguasai hajat hidup orang banyak kepada mekanisme pasar.
Pengurangan subsidi Negara kepada rakyat merupakan salah satu agenda besar yang tertuang dalam Washingtons Consensus 1989,  yang menandai dimulainya zaman ekonomi hiperliberal. Dengan pengurangan subsidi tersebut akan terjadi persaingan yang “sehat”  antara Pertamina sebagai pemegang monopoli BBM bersubdi dengan berbagai perusahaan asing di Indonesia.
Persaiangan sehat dalam sudut pandang kapitalistik dan agenda korporasi global. Karena mereka akan bersaing dengan pertamina untuk memperebutkan pasar bagi kalangan yang diharamkan untuk menikmati BBM bersubsidi. Persaingan inilah sebenarnya yang diharapkan oleh kalangan korporasi dunia. Karena dengan begitu akan terbuka lebar pasar BBM non subsidi di Indonesia.
Dengan begitu dapat dikatakan bahwa pengurangan subsidi dan larangan menggunakan BBM bersubsidi kepada pemilik kendaraan tertentu merupakan agenda tidak terlihat dari perusahaan – perusahaan asing yang ikut melakukan distribusi BBM di Indonesia.

Pengurangan Belanja Pegawai Negara Solusi Tepat menghemat Anggaran

                Belanja pegawai yang besar baik ditingkat pemerintah pusat maupun di pemerintah daerah bahkan sampai 80% dari total anggaran merupakan sebab utama tidak berjalannya pembangunan di negeri ini. Banyaknya anggaran untuk pegawai, belanja administrasi kantor yang sebenarnya merupakan bentuk pemborosan harus dipotong hingga 30% dari total semula.
                Yang terbaru ialah heboh soal pembenahan ruang Badan Anggaran DPR RI yang tidak masuk akal tersebut, merupakan bentuk pemborosan anggaran. Tentunya hal itu tidak hanya terjadi di Banggar DPR – RI, namun hamper disemua departemen hingga pemerintah daerah. Jika hal ini dapat dihemat oleh Pemerintah, maka akan menghasilkan dana pembangunan yang lebih besar.
                Pengurangan biaya belanja pegawai dan administrasi kantor ini tidak akan menyebabkan inflasi di pasar sebagaimana pengurangan subsidi, dan juga tidak menyengsarakan rakyat. Justru hal ini akan menjadikan anggaran lebih pro rakyat dan mendorong penghematan anggaran.

Tolak Pengurangan Subsidi Negara Kepada Rakyat
                Sehingga sudah selayaknya bagi kita semua untuk menolak pengurangan subsidi atau Kenaikan BBM karena dengan menolak, sebenarnya kita telah menjalankan:
1.       Amanah Konstitusi UUD’45 pasal 33
2.       Perlawanan terhadap Hiperliberal yang diagendakan dalam Konsepsi Washington

               

Kamis, 09 Februari 2012

CATATAN KRITIS TAMBANG PASIR BESI DI BLITAR





Dalam beberapa hari terakhir ini, isu mengenai pertambangan pasir besi di Blitar selatan kembali senter dibicarakan baik ditingkat masyarakat, maupun ditingkat pegambil kebijakan publik. Pro dan kontra terkait adanya pertambangan tersebut, terihat jelas dimasyarakat sekitar area. Pendapat masyarakat terbelah antara yang setuju dan tidak.
Faktor ekonomi merupakan pertimbangan yang paling atas diantara pertimbangan yang lain, atas terbelahnya pendapat masyarakat tersebut. Pihak yang menerima menyatakan bahwa, dengan adanya pertambangan pasir besi telah membuka lapangan pekerjaan baru bagi mereka, sedangkan pihak yang menolak memiliki alasan mulai dari lingkungan hidup dan ancaman atas pekerjaan mereka.
Persoalan tambang pasir besi sebenarnya tidak hanya terjadi di Blitar saja, namun hampir disetiap kabupaten di bagian selatan pulai Jawa mengalami hal tersebut. Mulai dari kawasan Banyuwangi, Jember, Lumajang, Hingga Kulonprogo, Baten. Hal ini terjadi karena, cadangan barang tambang di Jawa bagian utara yang sudah cenderung menipis, sehingga perusahaan pertambangan, baik nasional maupun internasional mengalihkan investasinya kepada Jawa bagian selatan, NTT, NTB, kalimatan, Maluku dan Papua. Blitar merupakan salah satu dari sekian Kabupaten di wilayah Jawa bagian selatan.
Sementara pertumbuhan ekonomi, China dan India yang terus diatas 2 digit mengakibatkan pembangunan infrastruk di wilayah tersebut mengjadi pesat dan membutuhkan pasir besi sebagai salah satu pendobrak pembangunan. Sehingga pasir besi menjadi salah satu primadona hasil tambang saat ini. Namun kiranya pemerintah (terutama pemerintah daerah) harus pelajar dari Negara Selandia baru yang pantainya rusak paska pertambangan pasir besi besar – besaran disana.
Sehingga catatan kritis pertama dari pertambangan pasir besi di Blitar selatan ini, hanya akan menguntungkan pemilik modal pertambangan semata yang kebanyakan dari luar negeri, dan pasir besi yang diperoleh akan dibawa keluar negeri. Sementara di Blitar hanya akan menyisakan kerusakan alam (pantai) sebagaimana terjadi di Selandia Baru maupun di Pantai Pasur, Blitar selatan.
Kedua, Kalau memang pasir besi menghasilkan Pendapat Asli Daerah bagi kabupaten Blitar hendaknya hal tersebut diumumkan kepada masyarakat, karena pada hakekatnya dokumen APBD merupakan dokumen public. Dengan begitu masyarakat akan menilai sendiri keuntungan yang diperoleh pemerintah melalui PAD pasir besi dengan kerusakan alam yang diakibatkan.
Ketiga, Apakah benar yang dtambang tersebut hanya pasir besi. Jawa bagian selatan merupakan penghasil Titanium terbesar didunia setelah Meksiko. Sehingga sangat mungkin, yang sebenarnya ditambang adalah Titanium (sebagaimana alasan kawan-kawan di Kulonprogo), sementara Titanium tidak dijadikan bahan tambang, hanya dijadikan limbah semata.
Padahal Titanium dipasaran dunia mempunyai harga yang lebih mahal daripada emas. Ini akan mengulang kasus pertambangan PT. Freefoot Mc. Moran di Tembagapura, yang dalam izin pertambangannya tembaga, namun ternyata juga menghasilkan emas, sedangkan emas hanya dihitung limbah sehingga tidak dikenai pajak oleh Negara.
Keempat, bahwa amanat konstitusi pasal 33 menyatakan bahwa negara menguasai bumi, air udara (sumber-sumber agraria) dan digunakan sebesar – besarnya untuk kesejahteraan atau kemakmuran rakyat. Apakah pertambangan pasir besi tersebut sudah sesuai dengan konstitusi? Atau hanya untuk kemakmuran pemilik modal semata?
Pertanyaan – pertanyaan kritis tersebut harus diajukan kepada pemerintah terutama pemerintah daerah, sehingga pemerintah akan menempatkan rakyat sebagai subjek pembangunan di Kabupaten Blitar, tidak sekedar menjadi penonton pembangunan, yang tiba – tiba kaget, wilayahnya ditambang orang lain, tanpa sosialisasi terlebih dahulu.