Minggu, 21 Agustus 2011

P E M I M P I N B E S A R


Kuliah Bung karno tentang Pancasila
Sila Pertama bagian Kedua




Ini adalah soal yang susah bagi pemimpin – pemimpin apalagi pemimpin yang menggerakan masa rakyat yang banyak. Bisa menarik pengikut dengan banyak, tidak peduli dari partai apapun. Untuk mencapai ini semua sangat sulit, banyak pemimpin yang kandas, tidak memiliki pengikut yang banyak, oleh karena tidak bisa mengadakan appeal.  Appeal yaitu ajakan, tarikan yang membuat si – rakyat itu mengikuti panggilannya.
                Syarat – syaratnya itu apa ? Kalau saudara membaca tulissan pemimpin – pemimpin besar didunia ini. Untuk sekedar membangunkan keinganan rakyat itu gampang sekali. Keinginan untuk makan kenyang, yang manis – masnis, setiap orang bisa asal bisa mengiming – iming.  Tetapi untuk menggumpalkan keinganan ini menjadi kemauan, tekad, bahkan menjadi keridhoan untuk berkorban, that is another matter , hal lain. Kalau saudara – saudara membaca buku – buku pemimpin dunia, saudara akan menemukan tiga syarat mutlak.
                Pertama, saudara harus bisa menggambarkan, harus bisa mengiming – imng. Mari kita capai itu, lihat itu indah, lihat itu bagus. Pemimpin yang tidak bisa menggambarkan, melukiskan cara – cara, tidak akan mendapatkan hasil. Itu syarat yang pertama, ia harus bisa melukiskan cita – cita. Didalam sejarah saudara bisa melihatnya sendiri. Bagaimana nabi Muhammad menyebarkan agama Islam. Umat Islam diiming – iming dengan surga. Bahkan didalam Al – Qur’an, digambarkan secara Plastis, disana ada sungai – sungai yang mengalir air jernih (susu,madu), banyak bidadari. Karena itulah umat Islam mengingkan surga dan dengan jalan kebajikan berusaha masuk kesana.
                Nabi Isa, Yang mengatakan bahwa seindah – indahnya kerajaan didunia ini, kerajaan langit itu lebih indah. Kerajaan langit diceritakan kepada kita, sebagai bentuk perlawanan kerajaan dibumi. Dilapangan politik, kita dapat melihat Hitler dengan pengikutnya yang jutaan dan militan. Karena Hitler mampu memasangkan Leitstar . Jika engkau ingin satu kerajaan yang lebih hebat daripada sekarang, jangan kerajaan sekarang engkau terima.. Bongkar..!!! Kita harus mengadakan kerajaan yang ketiga.
Kerajaan pertama masih kurang baik bagi kita, yaitu zaman Germanentum, zaman ceritanya Nibelungen. Kerajaan yang kedua dibawah kepemimpinan Kaisar Frederick de Grote, zaman itu memang besar, tapi kurang besar bagi kita. Kita menghendaki kerajaan yang ketiga, yang didalam kerajaan yang ketiga ini, hanya orang – orang yang berambut pirang, mata biru badan tegap yang dapat hidup, tidak dicemari oleh darah Yahudi. Ambil Marx, ia dapat menggambarkan bukan saja satu klasselose maatschappij, tetapi sau staatloze maatshappij, Yang tidak ada penindasan, sebaliknya semua manusia hidup dalam suasana kekeluargaan, yang ada hanya kebahagiaan dan kesejahteraan.
Kedua, harus mampu memberi kepada rakyat, menganalisa hidup, cara kerjanya pemeimpin – pemimpin besar, bisa memberik kepada rakyat rasa mampu apa yang diinginkan itu. Merasa mampu membangunkan rasa mampu.Meskipun engkau bisa mengiming – iming tetapi jika engkau tidak mampu membangunkan rasa mampu didalam rakyat bahwa rakyat mampu mencapai yang engkau iming – imingkan.Maka dalam kalbu rakyat akan hidup kepengen, tetapi belum menggumpal menjadi kehendak dalam kemauan. Karena sebelumnya sudah terhambat oleh rasa ketidakmampuan.
Misalnya engkau ambil anak muda dari kalangan biasa. Engkau iming – iming dia dengan gadis cantik, entah anak bangsawan tinggi, entah anak milyuner.Bung, lihat bukikan main cantiknya, tetapi ia tidak mempunyai rasa mampu untuk mengambilhati gadis itu. Malahan ia merasa dirinya lemah sekali. Aku anak orang miskin, dia anak orang kaya. Mana bisa kawain dengan dia. Tidak akan timbu kehendak untuk mengawini gadis itu. Itu syarat no dua.
Ketiga, Bukan saja menanamkan kenyakinan atau rasa mampu saja, tetapi menanamkan rasa mampu yang sebenarnya. Menanamkan kemampuan membeikan kepada rakyat dewerkelijke kracht dengan cara mengorganisir rakyat.jadi tadinya sekedar kepengen karena iming – iming, naik lagi setingkat menjadi kemauan,oleh karena saudara mampu memberikan rakyat itu rasa krachtsgevoel. Krachtsgevoel ini dinaikan setingkat menjadi dewerkelijke, dengan cara mengorganisir rakyat itu.
Kalau ketiga ini sudah bisa dijadikan Trimurti, artinya dijadikan dalam satu tindakanmu sebagai pemimpinsaudara akan bisa menggerakkan masa. Leitstar yang dinamis saudara harus mampu memberikan ketiga hal ini.



Tim  Redaksi

Demokrasi Ekonomi



Reformasi 1998, merubah wajah bangsa dan negara Indonesia lebih demokratis. Kran kebebasan pers dibuka, kebebasan berkumpul, berserikat dan mengeluarkan pendapat dijamin oleh negara secara penuh. Partai politik seperti jamur dimusim penghujan. Lembaga Swadaya masyarakat berdiri di mana – mana sebagai perwujudan civil society.
Tujuan, kita merdeka bukanlah kebebasan pers, bukan pula kekuasaan sebagaimana yang diperebutkan oleh partai politik, tujuan kita bernegara adalah masyarakat adil dan makmur. Cita – cita atau janji didirikannya republik ini adalah untuk melindungi segenap tumpang darah Indonesia dan seluruh rakyat Indonesia, terciptanya kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut serta dalam perdamaian dunia yang berdasarkan kemerdekaan, keadilan sosial.
Janji Kemerdekaan yang tidak sekedar memberikan kebebasan dalam bidang politik, namun juga kesejahteraan dalam ranah ekonomi juga harus dipenuhi oleh negara. Demokrasi, kekuasaan bukanlah tujuan tetapi keadilan dan kemakmuran rakyatlah yang menjadi tujuan kita bersama.
Sebagaimana pidato Ir. Soekarno dalam sidang BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945 yang kemudian dikenal dengan Pidato lahirnya Pancasila, bahwa demokrasi yang dianut Indonesia bukanlah demokrasi Liberal, bukan demokrasi stam – staman. Bukan demokrasi yang memberikan kebebasan politik semata tanpa memberikan kemudahan dalam bidang ekonomi. Demokrasi kita adalah demokrasi yang hendak mencari keberesan dalam bidang politik dan keberesan dalam bidang ekonomi.
Selama ini kita terlena disebut sebagai negara demokrasi terbesar ketiga didunia, mungkin dengan ukuran – ukuran yang dibuat berdasar paham liberal kita merupakan negara paling demokratis. Mengingat semua kepala daerah kecuali kecamatan kita pilih secara langsung. Lain dengan Amerika maupun Perancis.
Namun apakah dengan kondisi yang demikian itu, lantas negara kita saat ini mengalami keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia. Atau karena kita terlalu sibuk beradu argumentasi dengan sesama rakyat Indonesia, hingga terlena semakin banyak sumber daya alam yang dieksploitasi oleh negara/perusahaan luar negeri. Dan menjadikan kita sebagai kuli diantara bangsa – bangsa tersebut.
Politik adu domba yang diadakan oleh Belanda, kini dijalankan oleh setiap orang yang berkepentingan menguras kekayaan alam Indonesia. Baik dari dalam maupun luar negeri, tentunya dengan sistem yang lebih baik, tapi semakin mencekik.
Hak ekonomi, sosial dan budaya merupakan hak asasi manusia yang harus dipenuhi oleh negara dan merupakan bentuk pengamalan Pancasila sila ke 5 (keadilan sosial), Sosio Demokrasi (tri sila). Bentuk perwujudan demokrasi ekonomi, yang harus dipenuhi oleh negara.
Demokrasi ekonomi merupakan sisi mata uang dengan demokrasi politik, keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Karena keduanya berhubungan erat. Orang tidak dapat berfilsafat jika perutnya masih lapar. Penentuan Keputusan politik, ataupun kedaulatan politik, akan tercapai jika kemandirian ekonomi juga dicapai. Kemandirian ekonomi dapat direnggut, jika kedaulatan politik tidak dimiliki oleh masyarakat Indonesia.
--------------
            Demokrasi ekonomi yang diamanatkan oleh pendahulu kita, haruslah menciptakan suatu keadilan terlebih dahulu baru kemudian menuju kemakmuran bersama. Hal ini tercantum dalam pembukaan UUD’45 “...... Merdeka, Bersatu, Adil dan makmur ....”. Selain itu, dasar negara kita juga mengamatkan Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
            Pola pembangunan yang mengutamakan pertumbuhan ekonomi, dengan mendirikan sentra – sentra ekonomi,  dalam bidang industri, pertambangan, perkebunan, korporasi pertanian, selama ini hanya menghasilkan kemiskinan di sentra – sentra ekonomi. Ini dapat dilihat di sekitar wilayah pertambangan Exxon Mobile, FreeFoot Mc. Moran, ataupun di kawasan Pantai selatan yang pasir besinya saat ini dieksploitasi.
            Hasil pertumbuhan ekonomipun hanya dinikmati oleh sebagian kalangan kelas atas Indonesia saja. Dengan meninggalkan masalah kesenjangan ekonomi, bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Kedaulatan Indonesia dalam Ekonomi, telah lama mati, seiring kebijakan negara yang tidak pernah berpihak pada rakyat kecil, usaha Kecil dan Mikro, namun lebih suka menarik Investor asing, konglomerat tanpa peduli dengan kearifan lokal di wilayah sentra ekonomi tersebut.
            Sudah saatnya Indonesia menjalankan suatu sistem Ekonomi yang berpihak kepada rakyat kecil. Dengan memberikan berbagai bantuan baik modal, pelatihan kepada usaha kecil mikro. Karena merekalah yang sebenarnya menggerakkan ekonomi riil di masyarakat. Mereka menyediakan 95% lapangan pekerjaan (data Bank mandiri), tidak terpengaruh saat krisis, yang dibuktikan pada tahun 1998.
            Mengandalkan ekonomi riil sebagai penggerak pemerataan pembangunan, sehingga Indonesia mampu menjadi macan dunia baru sebagaimana China dan India, yang mengandalkan kegiatan ekonomi yang Riil dan usaha Rumah tangga.
            Dengan begitu, demokrasi ekonomi dapat tercapai, masyarakat dan negara yang berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi dan berkepribadian dalam budaya dapat sebagaimana cita – cita pendiri bangsa dapat segera terwujud.

2/3 ABAD MERDEKA: KORPORATOKRASI




Sebagaimana dikatakan oleh Bung Karno bahwa kemerdekaan adalah jembatan emas yang harus dilewati, jika masyarakat adil dan makmur mau dicapai. Di seberang jembatan emas itulah diusahakan suatu masyarakat adil dan makmur tanpa kekurangan, tanpa eksploitasi. Semangat pendiri Republik untuk menuju masyarakat adil makmur dapat kita lihat tatkala mereka memimpin Republik ini. Meskipun kadang berbeda pandang dan jalan untuk menuju pantai harapan itu, namun kesederhanaan, kejujuran, ketulusan tetap berada dihati.
                Kini, 66 tahun atau 2/3 abad lamanya kita merdeka, seolah tiada perubahan yang signifikan terhadap sendi kehidupan rakyat. Penjajah pergi dan datang kembali dengan berbagai bentuk dan strategi, ataupun ganti anjing penjaganya, rakyat juga yang harus menderita. Kita usir Belanda dan Jepang dari tanah air tapi kita undang investor dengan alasan modal pembangunan.
                Belanda pernah menerapkan politik pintu terbuka yang dimulai dengan Reforma agraria dengan basis ideologi Kapitalisme. Mengajarkan kepada bangsa ini, bahwa penanaman modal di perkebunan, pertambangan dengan menjadikan rakyat sebagai buruh, telah menjadikan rakyat mati di lumbung padi. Kekayaan alam yang tidak dikelola sendiri, telah menghadirkan kemiskinan yang akut. Sentra – sentra pertumbuhan ekonomi, merupakan tempat subur tumbuhnya kemiskinan.
                Orde baru dengan UU No. 01 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing telah menjadikan Indonesia sebagai rumah terbuka bagi penanaman modal asing. Sumber kekayaan alam terutama minyak bumi, gas alam, emas dan barang – barang tambang dikontrak karyakan kepada pihak asing, sedangkan Indonesia sebagai negara hanya mendapatkan pajak semata. Kedaulatan negara, hanya ditunjukkan saat berhadapan dengan rakyatnya, bukan pada Korporasi yang menjajah Rakyat.
                Reformasi 1998, seharusnya merupakan momentum tepat untuk mengembalikan kedaulatan negara atas modal baik luar negeri maupun dalam negeri, sehingga negara menjadi garda terdepan dalam menyejahterakan rakyatnya, dengan menggunakan segala kekuatan negara dan gotong – royong rakyat. Reformasi, jauh panggang dari api. Kehidupan semakin liberal justru yang ditonjolkan.
                Dalam ranah sosial, modernisasi dimaknai sebagai baratisasi, pola kehidupan barat yang tidak sesuai justru diadopsi, dengan meninggalkan pola pikir nenek moyang. Namun sisi positif barat yang mampu berpikir rasional ditinggalkan. Ekonomi, dikuasi oleh segelintir pengusaha nasional dan semakin merajalelanya modal luar negeri baik langsung maupun tidak langsung masuk ke Indonesia untuk mengambil pasar dan nilai lebih dari kaum buruh yang dikenal murah di Indonesia. 14% penduduk paling kaya di Indonesia menguasai 54% kue pembangunan. Sehingga ketimpangan di wilayah ekonomi semakin besar.
                Sementara demokrasi Liberal yang saat ini diterapkan dalam sistem politik Indonesia, hanya memberikan kebebasan dalam ranah politik semata, sedangkan dalam ranah ekonomi tidak pernah kebebasan dan perlindungan negara diberikan kepada warga negaranya sehingga demokrasi telah berubah menjadi Corporatokrasi. Pemerintahan yang dijalankan oleh pengusaha – pengusaha, sehingga kebijakan publik yang keluar hanya sebatas mengamankan investasi, tanpa pedulikan nasib rakyat. Sementara para politikus di Dewan Perwakilan sibuk mencari rente anggaran untuk mengembalikan dana kampanye yang semakin mahal.

--------------------

                Praktek Corporatokrasi ini dapat kita lihat di mana saja di bumi Nusantara ini. Pemerintah lebih cepat mengeluarkan izin usaha atau eksploitasi sumber daya alam kepada perusahaan – perusahaan besar dibandingkan memfasilitasi pembentukan koperasi kepada penambang liar sehingga dapat mengajukan izin resmi pertambangan. Padahal kedua – duanya akan menyebabkan kerusakan alam dan negara hanya mendapatkan pajak.
                Jika negara memfasilitasi pembentukan koperasi tersebut, tentunya tingkat kesejahteraan masyarakat dapat meningkat kesejahteraan rakyat sekitar wilayah pertambangan, dibandingkan masyarakat hanya menjadi buruh semata.
                Pengusaha atau pemilik modal meskipun tidak berada dalam sistem pemerintahan tetap menguasai jalannya pengambilan keputusan. Ini mengingatkan kita pada teori kebijakan publik JS Miils, di mana kebijakan publik dibuat oleh elit politik untuk mengamankan dan memberikan dasar hukum bagi investasi. Sedangkan pemodal akan memberikan dana kampanye untuk kaum politikus agar dapat mempertahankan kekuasaannya.
                Praktek seperti ini semakin berkurang di Indonesia mengingat terjadinya Dwifungsi antara pengusaha dan politikus. Dimana elit pemodal/pengusaha juga terjun langsung dalam dunia politik baik di daerah maupun di tingkat nasional untuk mempengaruhi kebijakan publik secara langsung. Sedangkan elit politik, dari hasil rente anggaran yang diperolehnya juga mulai melakukan penanaman modal di wilayah basis konstituen sebagai bentuk balas budi sekaligus bisnis.
                Tidak terpisahnya elit ekonomi dengan elit politik ini, akan semakin merancukan kebijakan publik, terutama yang berbau proyek pembangunan. Karena, suatu proyek yang sudah ditetapkan dan ditenderkan akan menjadi rebutan atau bagi – bagi diantara para elit politik yang juga menjalankan usaha tersebut.
                Kasus Nazaruddin merupakan contoh paling nyata bentuk korporatokrasi ini. Dimana sebagai bendahara partai sudah tugasnya untuk mengumpulkan dana bagi partai guna dijadikan sebagai dana kampanye pemilu mendatang. Sehingga Nazaruddin melakukan dengan berbagai cara, termasuk mendirikan perusahaan – perusahaan yang digunakan sebagai sarana tender di berbagai kementrian. Di mana sebagai politikus Nazaruddin mengejar rente anggaran sedangkan sebagai pengusaha mendapatkan keuntungan dari pemenangan tender tersebut.
                Koporatokrasi telah mengeliminasi pemilik republik yang sebagian besar rakyat sebagai bagian mutlak dari pengambilan kebijakan publik. Dimana rakyat yang banyak ini tidak lagi dilibatkan dalam proses pengambilan kebijakan publik sebagaimana perkataan ketua DPR – RI dalam masalah pembangunan kantor yang baru. Rakyat hanya dijadikan sebagai alat legitimasi politik semata.
                Sementara ranah ekonomi, dari hulu sampai hilir telah dikuasai oleh dwifungsi politikus – pengusaha maupun kerja sama antara keduanya. Tentunya ini menyebabkan rakyat dibiarkan bebas berbicara namun perut tetap lapar. Sehingga pilihan politik terakhir rakyatpun sebatas siapa yang mampu memberi lebih kepadanya.

----------------------

                Dengan pendapatan per kapita Indonesia yang setiap tahun selalu mengalami kenaikan. PDB per kapita atas dasar harga berlaku pada tahun 2010 mencapai Rp. 27 juta (3.004,9 dollar AS), sedangkan tahun 2009 sebesar Rp. 23, 9 Juta (2.349,6 Dollar AS). Diperoleh dari Rp. 6.422,9 T(PDB) dibagi jumlah penduduk sekitar 237,6 juta jiwa*. Tidak diikuti dengan pengurangan jurang pendapatan antara si kaya dan si miskin. Negara membiarkan adanya persaingan bebas antara pemodal besar dengan pemodal kecil dalam satu arena.
                Garis kemiskinan yang dinyatakan oleh Badan pusat Statistik pun selalu lebih rendah dibandingkan dengan Bank Dunia. Saat ini, Bank Dunia menetapkan U$D 1,5/Orang/hari, sedangkan BPS hanya U$D 1/Orang/Hari. Tentunya akan mendapatkan data kemiskinan yang berbeda antara satu dengan lainnya. Dengan angka tersebut (U$D 1/Orang/Hari) angka kemiskinan di Indonesia sebesar 36% dari Total penduduk, namun dengan angka yang diberikan oleh Bank Dunia (2010) angka kemiskinan di Indonesia menjadi 49%.
                Sementara kebutuhan dasar warga negara atas Pendidikan dan kesehatan yang dikatakan gratis hanyalah omong kosong. Dikatakan hanya Sumbangan Penunjang Pendidikan saja yang gratis, namun yang lainnya tetap harus membayar dengan harga dibandingkan sebelum SPP gratis lebih mahal. Semangat mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana amanat konstitusi, telah berubah menjadi semangat korporasi pendidikan. Sementara dalam kebutuhan kesehatan, UU tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tidak segara disahkan, bahkan negara mendapatkan hukuman terkait hal tersebut.
-------------------
Kondisi Amerika, Jepang dan zona euro sebagai penopang utama ekonomi pasar yang kini sedang mengalami krisis harus menjadi pelajar bagi bangsa ini. Hutang diatas 60% dari Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara merupakan titik aman hutang luar negeri. Kegiatan ekonomi yang lebih banyak disektor finansial (pasar saham) dengan hot Money yang setiap saat dapat diambil dapat menggoncang suatu negara. Menyerahkan semuanya ke pasar membuat kedaulatan negara atas warga negaranya semakin surut. Itu semua merupakan bukti bahwa sistem ekonomi pasar dengan korporatokrasi dalam sistem politiknya telah terbukti gagal membawa kesejahteraan bagi suatu negara.
Indonesia yang didirikan berdasarkan Pancasila dan UUD’45 sudah seharusnya kembali ke falsafah bangsa dan negara ini, bukan justru mengikuti mekanisme pasar yang sudah terbukti tidak mampu membawa kesejahteraan bagi semua masyarakat Indonesia. Hanya akan menciptakan ketidakadilan sosial dan kesenjangan ekonomi semata. Dirgahayu Indonesia.

Kamis, 11 Agustus 2011

KRISIS AMERIKA


Krisis ekonomi yang menimpa Amerika yang dimulai tahun 2008. Dimana saat itu Pemerintah harus turun tangan untuk menalangi hutang lembaga lising/Finance yang memberikan kredit perumahan rakyat. Dimana masyarakat Amerika penerima kredit tidak mampu membayar sehingga banyak perusahaan Amerika yang rugi, dan menyebabkan goncangan krisis di negara tersebut.
Krisis Amerika terus berlanjut hingga kini, bahkan hampir dinyatakan sebagai Negara yang gagal bayar hutang, jika saja tidak ada kenaikan dalam pagu utang Amerika sebesar U$D 2,4 Trilyun. Meskipun dengan konsekuensi yang diberikan oleh Faksi Tea penghematan anggaran sebesar U$D 2,1 Trilyun selama 10 tahun ke depan. Dan tidak akan menaikkan pajak.
Lembaga pemberi peringkat utang negara – negara Standard & Poor’s (S&P) menurunkan status Amerika dari AAA menjadi AA+ pada hari kenaikan batas utang tersebut (2 Agustus 2011). Sebelumnya lembaga pemeringkat yang berbasis di China Dagong Global Credit Rating (DGCR) sudah menurunkan status kemampuan membayar utang Amerika.
Saat ini pagu hutang Amerika sebesar U$D 16,7 Trilyun dari sebelumnya U$D 14,3 Trilyun, dengan Produk domestik Bruto sebesar  U$D 14,8 Trilyun. Artinya pagu utang amerika lebih besar dibandingkan dengan Produk Domestik Brotu. Padahal hutang yang aman menurut S&P maksimal 60% dari PDB suatu negara.
Sementara zona Euro mengalamai krisis sejak setahun terakitr yang dimulai dari krisis negara Yunani, disusul Spanyol, Italia. Kekuatan Zona Euro kini tinggal di negara Jerman dan Perancis. Kedua negara ini bersama inggris diharapkan mampu menolong negara zona Euro yang berkena krisis. Namun kenyataanya Inggris justru terkena kerusuhan sosial yang semakin meluas.
Hampir semua negara Zona Euro sekarang ini, pagu hutang luar negerinya diatas 60% dari total PDB, yang merupakan titik aman. Bahkan beberapa negara di zona ini dikwatirkan akan menjadi negara gagal bayar utang.
Sementara itu, negara – negara yang saat ini mengalami pertumbuhan ekonomi paling cepat antara lain Brasil, China, India, Rusia terus mengalami kemajuan dan menyelamatkan dunia dari krisis yang disebabkan oleh penganut liberalisme ini. Pertumbuhan ekonomi negara – negara tersebut telah menyelamatkan dunia dari pertumbuhan ekonomi yang minus
Perubahan investasi di negara Amerika dan Eropalah penyebab utama krisis tersebut. Dimana Amerika dan Eropa sebagian besar investasi masuk dalam ranah keuangan dengan meninggalkan industri yang justru merupakan sektor riil. Bursa saham dan jualan kertas berharaga menjadi tren di Eropa dan Amerika. Sehingga ekonomi riil dimasyarakat tidak pernah tersentuh sama sekali. Sehingga terjadi ekonomi gelembung sabun.
Sementara negara – negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi luar biasa, menginvestasikan dananya kepada sektor – sektor riil seperti pertanian dan industri. Yang mana ini menyerap sekian juta tenaga kerja dan mengurangi pengangguran dan terjadinya pemerataan pembangunan.
Selain hobi utang sebagai solusi pembangunan dan pembiayaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara di negara Eropa dan Amerika sehingga hutang terus menumpuk dan tidak dapat dibayar. Saat hutang tidak dapat dibayar maka solusinya hanya dengan hutang lagi yang lebih besar untuk membayar hutang beserta bunganya. Sehingga, semakin tahun hutang suat negara semakin besar dan negara dapat mengalami gagal bayar utang.
....................................
Krisis Eropa dan Amerika merupakan tanda – tanda kegagalan sistem Kapitalis liberal yang dijadikan oleh negara – negara ini dalam menjalankan roda pemerintahan baik diranah politik maupun ekonomi. Kegagalan ini harus menjadi suri tauladan bagi bangsa yang kita yang berdasarkan Pancasila secara de jure, namun secara de facto menjalankan prinsip – prinsip liberalisme di segala sendi kehidupan.
Bahwa krisis seperti yang dialami oleh Amerika dan Eropa saat ini selalu menanti dan mengintai semua negara yang menggunakan utang sebagai basis pembangunan dan kapitalisme liberal sebagai peta pembangunan negara.
...................................
Keberhasilan Negara Republik Rakyat China yang menggabungkan antara Komunisme diranah politik dan kapitalisme diranah ekonomi, bukanlah penggabungan keduanya yang diambil dengan tanpa memperhatikan kebudayaan yang muncul di masyarakat China dan kesadaran pemimpin – pemimpin China.
Dan perlu diketahui juga bahwa sistem politik Komunisme juga mempengaruhi sistem ekonominya suat negara dan sebaliknya sistem ekonomi yang kapitalistik juga sangat berpengaruh pada sistem politik. Keduanya tidak dapat dilepaskan sendiri – sendiri, artinya tidak mungkin adanya pencangkokan yang mengambil sistem politik komunisme dan sistem ekonomi kapitalis yang serta – merta menjadi satu.
Penulis lebih sepakat jika saat ini Republik Rakyat China, sedang bergeser dari Ideologi Komunisme menuju Neopopulis. Dimana hak kepemilikan dan berusaha warga negara diakui, namun dibatasi dengan kepentingan yang lebih besar yakni bisa masyarakat negara maupun bangsa. Dan dengan sistem negara yang masih kuat, hasil produksi negara China dibeli oleh negara dan negara yang memasarkan.
Sedangkan ekonomi disusun diatas lapangan/sektor riil seperti industri, pertanian dan lain – lain. Yang dapat menyerap tenaga kerja banyak sehingga kemakmuran dapat dinikmati secara bersama – sama. Semua masyarakat produktif, sementara negara menjamin kebutuhan dasar dari warga negara.

-------------------------
Kedua Contoh diatas merupakan cerminan kedua negara yang saat ini sedang berebut pengaruh di dunia di semua bidang.  Keduanya membangun negara dengan ideologi yang saling bertentangan, liberal dan Komunisme. Tentunya, dalam perkebangan kedua ideologi ini menyesuaikan zaman. Kapitalisme (liberal) mulai mengenal Corporate Social Responsibility dan pola kemitraan yang di dalam teori liberal kapitalisme ortodoks tidak dikenal. Sementara Komunisme mulai memberikan ruang kepada warga negaranya untuk berusaha sendiri.
..............................
Indonesia ada di mana ? sebagai negara yang menggunakan falsafah Pancasila sebagai segala sumber hukum sudah seharusnya Indonesia konsisten dan konsekuen menggunakan Pancasila sebagai dasar pembangunan baik dalam politik maupun ekonomi. Namun bukan berarti Pancasila yang kaku, namun juga menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Tidak hanya menyesuaikan dengan pasar saja, tapi juga menyesuaikan diri dengan kebutuhan masyarakat Indonesia yang sampai saat ini masih hidup kekurangan ditengah – tengah lahan yang kaya.
Pelibatan masyarakat mulai dari proses penyusunan kebijakan hingga evaluasi perlu dilakukan. Semangat kekeluargaan dan Gotong Royong harus kembali ditumbuhkan sebagai dasar/modal sosial pembangunan menuju masyarakat adil dan makmur sebagaimana cita – cita pendiri bangsa. Karena dengan adanya gotong royong diantara masyarakat Indonesia akan menjadikan biaya pembangunan baik materi maupun non materi menjadi lebih murah.
Semangat Pancasila yang dijiwai oleh perasan jiwa Pancasila (Gotong royong) lah yang saat ini perlu kita bangun bersama, ditengah kondisi bangsa yang carut marut.