Kamis, 28 April 2011

K A D O B U A T P E T A N I

Gerakan kaum tani di Brasil memuncak pada 17 April 1996, berawal dari sebuah tragedi di kota Eldorado dos Carajos, Brasil, menyusul bentrokan antara aparat kemanan dengan rakyat setempat, yang menelan korban 19 orang tewas dan 60 orang luka – luka. Gerakan inilah yang telah menginspirasi gerakan rakyat di Brasil dalam bendera Movimento dos Trabalhadores Rurais Sem Terra. Telah menginspirasi gerakan petani di seluruh dunia untuk dijadikan sebagai hari tani internasional. Sebagai bentuk penghargaan terhadap segala perjuangan dan pengorbanan bagi kalangan petani dalam merebut kedaulatan yang hakiki.

Saat peringatan hari tani Internasional akan digelar di seluruh dunia oleh kalangan petani maupun aktivis tani, pada tanggal 17 Maret 2011, sebagai bentuk penghormatan terhadap perjuangan kaum tani Brasil dalam memperjuangkan reforma agraria. Terjadi peristiwa berdarah didua tempat berbeda di Indonesia yang melibatkan kaum tani.

Peristiwa tersebut terjadi tanggal 11 April 2011 di desa Setrojenar, Kecamatan Buluspesantern, kabupaten Kebumen, Jawa tengah. Dimana petani bermaksud memperbaiki pagar wilayah sengketa antara petani dengan TNI, langsung diberondong peluru oleh Militer. Dengan jumlah korban 10 orang luka – luka baik luka peluru maupun pukulan senjata tumpul (popor senjata). Sepuluh hari kemudian tepatnya tanggal 21 April 2011 di Sei Sodong, Kabupaten Ogan Komering. Terjadi bentrokan antara warga masyarakat Sei Sodong dengan petugas keamanan PT WSA. Yang menelan korban 2 orang petani dan 5 orang pegawai perkebunan meninggal. Peristiwa ini dipicu pengeroyokan terhadap 2 orang petani hinggal tewas.

Kedua peristiwa diatas tidak serta merta hadir dengan tiba – tiba dan tanpa sebab. Namun jauh dibalik itu ada muara api dalam sekam yang membara dan tetap menyala yang setiap saat dapat membakar siapa saja. Permasalahan tersebut ialah sengketa pertanahan yang tidak kunjung selesai antara kaum tani dengan pihak lain baik swasta maupun negara atau alat negara. Di mana posisi kaum tani selalu kalah baik dari segi finansial aturan main (hukum) dan lain – lain.

Jumlah petani yang besar dan merupakan alat tawar politik bagi tiap – tiap calon baik legislatif maupun eksekutif ternyata belum mampu menjadi alat tawar bagi kalangan petani sendiri. Kondisi kaum tani bagaikan buih di lautan yang banyak tapi tidak diperhitungkan. Tentunya ini harus menjadi catatan bagi semua kalangan yang berjuang demi masa depan kaum tani.

Menyelesaikan atau mencegah bentrokan antara petani dengan pihak manapun tidak dapat dilakukan hanya dengan melakukan pengaman yang ketat dengan hukum yang pro terhadap kalangan non petani semata. Karena seekor cacingpun akan menggeliat saat kepanasan apalagi petani. Pasti, cepat atau lambat, dengan ataupun tanpa provokasi pihak lain, akan melakukan perlawanan saat haknya diinjak – injak, saat tanahnya dirampas, saat mereka hidup kekurangan ditengah lahan subur yang dulu miliknya dan dirampas orang lain, saat keadilan belum terwujudkan.

Menyelesaian atau mencegah adanya bentrokan antara petani dengan pihak lain dapat dilakukan saat keadilan sudah terwujudkan di bumi Indonesia ini. Dari keadilan inilah kemudian seluruh masyarakat Indonesia menuju kesejahteraan secara bersama – sama, dengan kesenjangan sosial yang tipis. Sehingga masyarakat adil dan makmur akan tercipta.

Sekarang ini, seluruh negara di dunia, dari aliran ideologi manapun, selalu menjadi negara kesejahteraan. Dimana negara ikut serta dalam usaha peningkatan kesejahteraan rakyatnya, bukan sekedar menjaga keamanannya semata. Termasuk Indonesia yang didalam Undang – Undang Dasarnya telah mengamatkan kepadanya untuk ikut serta dalam mewujudkan kesejahteraan sosial, mencerdaskan kehidupan bangsa dan lain – lain.

Kewajiban untuk menyejahterakan rakyat memang dapat dilakukan dengan berbagai cara dengan banyak jalan. Namun harus diakui bahwa untuk soal pertanian, seberapapun rajinnya petani walaupun tetap bekerja ditengah panas matahari dan guyuran hujan tetap saja miskin, saat kepemilikan lahan yang kurang (petani gurem) bahkan tidak punya lahan (buruh tani). Kalangan ini tetap akan setia dengan kemiskinannya.

Untuk itulah pendiri republik ini, telah menyiapkan program reorma agraria sebagai pondasi pembangunan menuju masyarakat adil dan makmur. Penataan ulang kepemilikan, penguasaan, pengelolaan dan pemanfaatan sumber – sumber agraria menjadi lebih adil. Dengan distribusi tanah atau landreform ini diharapkan kesejahteraan segera terwujudkan di bumi nusantara, sekaligus menghilangkan sengketa agraria. Keberanian pendiri bangsa inilah yang kini tidak dimiliki oleh para pemegang kekuasaan untuk dengan segera melaksanakan reforma agraria, bukan justru memetingkan diri sendiri, yang perlu dijadikan teladan bagi pengelola negara saat ini.

Pelaksanaan reforma agraria di Indonesia untuk saat ini sudah tidak dapat ditunda lagi. Mengingat banyaknya jumlah lahan sengketa pertanahan dan pelibatan rakyat dalam jumlah yang besar. Selain itu kondisi penguasaan, kepemilikan, pengelolaan dan pemanfaatan sumber – sumber agraria yang tidak adil. Sebagian kecil masyarakat Indonesia menguasai lahan yang luas dan sebaliknya. Tentunya ini akan menjadi pemicu konflik sosial yang bermuara pada persoalan tanah.

Pelaksanaan reforma agraria harus didorong oleh dua kekuatan yakni rezim (reforma agraria by staat) dan organisasi petani (reforma agraria by leverage). Dua kekuatan ini harus berjalan seiring dalam pelaksanaan reforma agraria. Good will pemerintahlah yang diperlukan guna melakukan reforma agraria.
Kemauan rezim untuk melakukan reforma agraria agraria harus didorong dengan berbagai kekuatan dari luar pemerintah. Karena selama ini pemerintah hanya melakukan program-program yang bersifat progresif untuk kesejahteraan rakyatnya, hanya akan terjadi jika didesak dengan kekuatan rakyat.

Pelaksanaan reforma agraria dapat dilakukan oleh Pemerintah republik ini dengan mendahulukan berbagai tanah yang dalam tata hukum pemerintah di masa lalu (Era Soekarno) telah mendapatkan surat Keputusan Kementrian Agraria sebagai objek landreform baik karena kelebihan luasan tanah maupun tanah bekas garapan yang sekarang masuk dalam Hak Guna Usaha perkebunan baik swasta maupun negara.

Objek tanah ini sudah mendapatkan dasar hukum sebagai objek landreform sehingga proses untuk melakukan landreform akan lebih mudah. Kedua, tanah Hak guna Usaha yang ditelantarkan oleh Perkebunan swasta. Dasar hukum dari pelepasan tanah ini kepada masyarakat telah disahkan oleh pemerintah melalui PP No. 11 tahun 2010 tentang tanah terlantar.

Ketiga, Tanah-tanah yang ditelantarkan oleh perkebunan-perkebunan negara. Ditelantarkan karena tidak digunakan sesuai dengan peruntukannya. Ini merupakan bentuk pelanggaran terhadap pemberian hak. Sedangkan terakhir merupakan merupakan tanah milik TNI, di mana guna menuju TNI yang profesional sebagai alat negara yang tunduk pada supremasi sipil, TNI wajib melepaskan aset-asetnya yang berbau bisnis.

Namun jika pemerintah menginginkan dan ada kemauan keras untuk menjadikan reforma agraria sebagai pondasi awal pembangunan untuk menuju masyarakat adil dan makmur sebagaimana yang dicita-citakan oleh pendiri bangsa. Maka harus dilakukan reforma agraria yang sejati sesuai amanat UUPA No. 5 tahun 1960, meskipun ada perubahan yang diperlukan. Perubahan tersebut harus sesuai dengan kondisi kejiwaan pembuatan UUPA tersebut yang merupakan anak kandung dari ideologi neopopulis.

Mari kita dorong Pemerintah untuk melakukan reforma agraria yang sejati guna menuju masyarakat berdaulat. Organisasi Tani, Petani dan seluruh elemen bangsa Indonesia harus bahu membahu guna terlaksanakannya Reforma agraria. Semoga masyarakat yang merdeka segera tercapai Merdeka... Merdeka.... Merdeka.... sepenuhnya.

Senin, 25 April 2011

IMPERALISME DI INDONESIA

Kuliah Pancasila Bung Karno
(Bab Pendahuluan) Bagian 2



Bagaimana dengan indonesia? Sebagaimana kita ketahui bahwa yang menjajah Indonesia adalah belanda. Sebuah Negeri yang miskin akan sumber daya Industri (Grondstoffen), sehingga bentuk penjajah yang dilakukan berbeda dengan di India yang dilakukan oleh Inggris. Belanda mula – mula datang ke Indonesia untuk mencari langsung sumber barang dagangan dari timur yang dibawah oleh Tiongkok. Entah itu barang dagangan dari india, Indonesia tapi yang membawa kebarat ialah Tiongkok. Karena dengan mendapatkannya dari sumbernya langsung maka harganya lebih murah, sehingga keuntungannya banyak.
Pada abad ke XVII – XVIII Belanda menyebutnya sebagai abad de gouden eeuw atau jaman yang penuh keuntungan dari perdagangan. Keuntungan yang demikian besarnya tersebut, oleh Belanda tidak ditabung untuk kas negara, melainkan digunakan untuk berdagang dan melakukan investasi di Indonesia. Yakni dengan mendirikan perusahaan – perusahaan seperti pabrik gula, perkebunan dan lain – lain. Yang dalam bahasa modern disebut sebagai finant – kapitalisme.
Dari perkebunan – perkebunan yang ada tersebut, hasilnya dijadikan sebagai bahan baku pembuatan barang – barang kebutuhan di Eropa. Misalnya Perkebunan Kelapa sawit didirikan di indonesia, dibawa ke Belanda dan digunakan sebagai bahan baku sabun. Sehingga Belanda mendapatkan keuntungan yang besar. Sementara untuk mengembangkan finanz – kapital ini mempunyai syarat – syarat yang berbeda dengan dengan handls – imperalisme.
Handels – imperalisme bisa berkembang bila rakyat mempunyai koopwil dan koopkracht, mempunyai daya beli dan kemauan untuk membeli. Sementara finaz – kapitalisme, yang berusaha menanamkan modal di Indonesia, harus menurunkan levensstandaard (Standar hidup) masyarakat Indonesia. Karena dengan turunnya standar hidup rakyat Indonesia, maka harga sewa tanah sebagai awal imperalisme dan harga tenaga kerja menjadi murah. Karena harga – harga barang/tenaga kerja ditentukan oleh standar hidup. Sementara Handels – imperalisme justru menaikan standar hidup untuk menjaga Koopwil dan koopkracht. Sampai pernah harga tenaga kerja kita 8 sen per hari.
Akibat dari rendahnya standar hidup tersebut pada abad ke 20 Indonesia tidak mempunyai kelas menengah. Tidak mempunyai orang – orang yang secara ekonomi sanggup berusaha atau mendirikan perusahaan. Padahal di Abad ke 18 semua itu masih ada, kita masih mengenal pabrik tekstil milik pribumi. Kalau toh masuk dalam pegawai tetap menjadi pegawai kecil saja.
Sehingga gerakan melawan Imperalisme di Indonesia sangat berlainan dengan perlawanan imperalisme di India ataupun Amerika. Di India masih terdapat kelas menengah yang mampu memberikan dana perjuangan kepada gerakan rakyat, sementara di Amerika, para pengusahanya mampu membuat Angkatan perang untuk melakukan revolusi Amerika dengan panglima Besarnya George Washingston, yang kemudian diangkat menjadi Presiden.
Sementara perjuangan untuk mengusir penjajah di Indonesia ini, harus merupakan persatuan daripada petani kecil, pegadang kecil, pegawai kecil dan yang kecil – kecil salainnya. Karena yang besar (kelas menangah) sudah tidak ada di Indonesia ini. Persatuan merupakan kunci dari tiap – tiap perjuangan golongan – golongan kecil tersebut. Nah, untuk memberikan nama golongan – golongan kecil tersebut, saya berikan nama Marhaen...!!!!! kenapa bukan Proletar ???
Proletar adalah orang yang menjual tenaga kerjanya dan tidak menguasai alat – alat produksi. Alat produksi itu sepert mesin, kereta dan lain – lain. Sedangkan insinyur meskipun pintar selama tidak menguasai alat produksi, maka tetap disebut sebagai proletar (intelektuil proletar).Penamaan Marhaen ini, ceritanya ialah saat saya berjalan – jalan di Bandung selatan tepatnya di Cigereleng. Saya bertemu dengan Petani yang mempunyai sawah, sapi, rumah, bajak namun tetap saja miskin. Petani ini mempunyai alat produksi sendiri namun tetap saja miskin, dan bernama marhaen. Sehingga orang – orang kecil di Indonesia ini saya sebut sebagai Marhaen.
Sehingga Revolusi Indonesia hanya bermodalkan kekuatan – kekuatan golongan kecil (marhaen) yang disatukan tadi. Karena kita tidak mempunyai kelas menengah dan angkatan senjata. Dalam berbagai golongan marhaen yang terdiri dari petani kecil, nelayan kecil, buruh kecil, pedagang kecil tersebut tentunya mempunyai kepentingan – kepentingan sendiri – sendiri. Untuk menyatukan unsur – nunsur marhaen tersebut dibutuhkan gotongroyong. Jiwa yang sudah mengakar dalam kehidupan bangsa kita sejak dulu.
Saya pakai perkataan marhaen bukan karena saya dulu PNI, tapi karena harus ada istilah baru yang mewakili masyarakat kecil di Indonesia tapi memegang alat produksi. Didalam PKI, NU, Masyumi, PNI, PSI semuanya terdapat unsur Marhaen yang dalam masyarakat Indonesia sekarang ini lebih dari 95 %.
Bersambung......................

Sabtu, 16 April 2011

KULIAH PANCASILA

Tulisan ini adalah ringkasan dari kuliah Pancasila yang berikan oleh Bung Karno di Istana Negara dan beberapa tempat lain. Tulisan akan diterbitkan dari pendahuluan sampai selesai pasal lima Pancasila secara bersambung lewat beberapa edisi dari Buletin Trisakti ini.

pendahuluan

Pancasila selain sebagai falsafah(weltanschauung) dan Dasar Negar Republik Indonesia juga merupakan alat pemersatu. Alat pemersatu dimana Negara Republik Indonesia diletakkan dan juga alat pemersatu dalam perjuangan melawan imperialisme.
Perjuangan suatu bangsa dalam mencapai kemerdekaannya mempunyai cara,corak,sifat dan karakteristik yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh keadaan obyektif yang memang berbeda. Cara berjuangnya bangsa Indonesia melawan imperialism Belanda akan berbeda dengan cara berjuangnya bangsa Amerika dan India dari jajahan Inggris, atau berbeda dengan cara bangsa Rusia dalam menggugurkan kapitalisme.
Corak imperialisme satu bangsa tergantung pada seberapa besar sumberdaya alam(Grondstoffen) sebagai basis kapitalisme yang dimilikinya. Amerika dikatakan sebagai kapitalisme royal/liberal karena basis gronstoffennya yang kaya, basis grondstoffen Inggris dibawah Amerika, sehingga imperialism Inggris bercorak semi liberal/setengah royal. Imperialism Belanda bercorak semi ortodok dan imperialism Spanyol dan portugis sangat ortodok karena keduanya miskin akan Grondstoffen. Yang liberal pada praktek imperialisasinya lebih lunak dibanding imperialisme ortodok yang sangat menindas rakyat yang dikolonisir. pada saat Filipina dijajah spanyol mereka sangat tertindas dan tidak mendapatkan fasilitas pendidikan, berbeda kondisinya dengan saat mereka dijajah Amerika, Amerika lekas mendirikan sekolah-sekolah sehingga dalam tempo tidak ada 50 tahun Filipina bisa merdeka walaupun tetap dalam intervensi dan injeksi Amerika.
Kapitalisme di Inggris muncul paling awal dan tidak membutuhkan bantuan sumberdaya alam dari Negara lain karena basis Grondstoffen(biji besi dan batubara) yang cukup, Bahkan mereka mengalami overproductie. sehingga akibat dari overproductie mereka harus mencari pasar diluar negeri dan pilihannya salah satunya adalah India yang berpenduduk 230 juta jiwa. Dan inilah awal dari imperialisme.
Awal imperialism Inggris di India diawali dengan pendirian sekolah-sekolah bahkan universitas. Hal ini supaya masyarakat berkembang maju dan mempunyai koopwil(kemauan membeli) dan koopkracht(kemampuan membeli). Dengan demikian barang-barang yang dibawa dari Inggris ke negeri jajahan bisa terbeli.
Akan tetapi, pada saat itu di India sudah terdapat kelas menengah(Borjuis) yang sedang berkembang yang merupakan pengusaha-pengusaha kaya. Dengan datangnya handles-imperialisme Inggris telah mengancam eksistensi dan pasar mereka. Mereka merasa disaingi dalam perdagangannya sehingga perolehan laba menjadi sangat kecil. Mereka inilah yang dengan menunggangi rakyat kemudian membuat gerakan untuk menentang imperialism Inggris itu dan membentuk Indian National Congress tahun 1885 yang disokong oleh kaum capital(milyader local) misalnya Tata seorang pengusaha besi yang mempunyai pabrik di Jansitpur.
Dalam gerakan perjuangannya menentang imperialism dalam hal ekonomi bangsa India mempunyai semboyan “Swadesi” yang artinya ‘dari desa sendiri, dari negeri sendiri’, memproduksi dan mengkonsumsi kebutuhan sendiri serta menolak dan mengharamkan(boycott action) segala produk yang diimport dari barat(Inggris). Lebih jauh lagi mereka menolak kemodernan, sebagaimana Gandhi yang memberi falsafah anti mesin kepada rakyat India. Gandhi mengatakan bahwa mesin adalah bikinan setan(Devilswork).
Dalam bidang politiknya, Gandhi dalam perjuangannya melawan imperialis mengajarkan “Satyagraha” yang lahir dari falsafah “Ahimsa” atau ‘anti kekerasan’ baik kekerasan fisik maupun batin. ‘Satyagraha’ artinya setia kepada kebenaran, menolak bekerjasama dalam hal apapun dengan fihak yang salah(Inggris), rakyat India menolak menjadi hakim, guru, buruh Inggris dan lain sebagainya. Mereka juga rela dipukuli dan disiksa dengan tanpa membalas karena Satyagraha menolak untuk berbuat kekerasan. Dus Non-Cooperation.
Demikianlah awal perjuangannya bangsa India, dimotori oleh kaum menengah(borjuis) yang merasa mendapat saingan dan pukulan hebat dari import handles imperialism Inggris dengan memanfaatkan kekuatan rakyat supaya menolak apa yang dating dari barat(Inggris). Swadesi dan Satyagraha akhirnya berhasil, Inggris kuwalahan dan pada tahun 1947 India diberi kemerdekaan Dominion-Status, dan pada tanggal 26 Januari tahun 1950 oleh rakyat India Dominion Status diganti Republik India. (BERSAMBUNG EDISI BERIKUTNYA)

Senin, 11 April 2011

SAATNYA BERGERAK DIMASYARAKAT


Kondisi sosial masyarakat yang semakin jauh dari jiwa gotong – royong merupakan awal dari keruntuhan sosial. Karena dalam jiwa Gotong royong terletak semangat komunal, kebersamaan, keiklasan dan pengendapkan egoisme. Dan dengan gotong royonglah beban pembangunan masyarakat akan terasa mudah untuk diatasi.
Karena masyarakat akan memberikan sesuatu yang dia punya untuk pembangunan. Tentunya mereka mempunyai ukuran sendiri, apa – apa yang perlu dan pantas untuk disumbangkan dalam tiap pembangunan di masyarakat. Dengan begitu dalam gotong – royong tidak akan membebani anggota masyarakat.  
Kehancuran modal sosial pembangunan harus segera dicegah untuk membangun masyarakat lebih baik lagi. Gotong royong telah membuktikan mampu membawa masyarakat lebih baik dengan bertumpu pada kekuatannya sendiri, dengan kepercayaannya sendiri, tanpa ketergantungan pada pihak lain, meskipun bukan berarti tidak mau bekerjasama dengan pihak lain.
Pencegahan kehancuran modal sosial masyarakat ini merupakan tanggungjawab semua elemennya dan tentunya pemerintah sebagai pengemban amanat konstitusi. Kerja – kerja dimasyarakat harus segera dilakukan sebelum jiwa gotong royong tersebut menghilang dari jiwa bangsa Indonesia.
---------
Harus diakui bahwa perubahan sosial selama ini sangat dipengaruhi oleh kelas menengah di masyarakat tersebut. Karena kelas menengah mengetahui kondisi masyarakat dan juga kondisi/kebijakan negara untuk membangun masyarakat. Pengetahuan inilah yang seharusnya dimanfaatkan oleh gerakan kelas menengah untuk perubahan masyarakat.
Pola gerakan kelas menengah yang terjadi saat ini, telah mengalami  perubahan pola yang sangat berbeda dengan masa – masa lalu. Kelas menengah sebagai agen perubahan dimanapun berada, lebih banyak melakukan gerakan advokasi kebijakan atau yang penulis sebut sebagai gerakan keatas. Memang harus diakui bahwa kebijakan akan dapat merubah masyarakat. Namun pola ini juga harus diimbangi dengan pengkondisian masyarakat dalam rangka perubahan masyarakat menjadi lebih baik.
Sejarah mencatat bahwa gerakan yang dimotori oleh kelas menengah tetap saja akan membutuhkan kelas menengah kebawah untuk merubah kondisi kebangsaan secara lebih besar. Pelibatan masyarakat bawah sebagai martil gerakan maupun perubahan secara nyata sangat diperlukan. Bukan berarti dengan mengorbankan kelas menengah kebawah.
Kelas menengah harus turun langsung kebasis – basis gerakan (rakyat). Membangun semua sistem masyarakat yang telah rusak karena demokrasi langsung, baik budaya, ekonomi, sosial maupun politiknya. Karena semua sistem tersebut saling terkait satu sama lainnya.
Perubahan  atau penambahan pola gerakan harus dilakukan. Mengkondisikan masyarakat saja tanpa ikut mempengaruhi kebijakan juga akan terjadi kekurangan. Namun harus diakui bahwa hasil perjuangan akan lebih nyata jika turun langsung ke masyarakat, berjuang bersama dengan masyarakat demi perubahan.
Apatisme masyarakat terhadap kondisi kenegaraan dan kebangsaan telah menjadikan dirinya termarjinalkan dalam ekonomi dan politik diwilayahnya. Meskipun ada lembaga perwakilan namun tidak ada keterwakilan disana, ada lembaga peradilan tapi tidak ada keadilan, banyak lembaga keamanan tanpa memberikan keamanan.
Sehingga masyarakat menganggap bahwa momentum politik merupakan momentum untuk melakukan jual – beli suara (transaksi politik) semata. Perubahan struktur perwakilan yang banyak menjanjikan tentang perubahan sosial yakni keadilan dan kesejahteraan telah banyak dikhianati oleh mereka yang menjadi wakil rakyat. Justru mereka mendapatkan keuntungan berupa pembangunan monumen pribadi dan lingkarannya.
---------
                Sehingga gerakan perubahan yang hanya keatas dan mempengaruhi kebijakan publik tanpa turun kemasyarakat untuk menyadarkan kondisi kenegaraan dan kebangsaannya, tidak akan banyak merubah kondisi masyarakat. Namun penyadaran masyarakat akan kurang bermakna ditengah – tengah kelaparan yang penderitanya. Kita tidak bisa berbicara mengenai demokrasi sementara  sebagian besar masyarakat masih lapar.
                Kalangan kelas menengah yang peduli akan gerakan masa harus juga berbicara tentang ekonomi. Membangun sentra – sentra ekonomi yang dibutuhkan masyarakat dengan berbasis pada kepemilikan saham oleh masyarakat. Sehingga tercipta kemandirian komunal, tanpa harus mengorbankan kerjasama dengan pihak lain.
                Gerakan ekonomi ini sangat penting mengingat kondisi masyarakat yang secara ekonomi terus kekurangan dan tuntutan untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya semakin naik. Pemberdayaan ekonomi, baik menyediakan bahan baku produksi maupun dalam rangka menyedikan permodalan yang dibutuhkan dan pelatihan ekonomi dengan basis kemandirian.
                Berbicara mengenai modal, seringkali kita terjebak dengan bantuan baik dari Perbankan, negara maupun dari CSR perusahaan – perusahaan besar. Hal ini tidak ditolak, tetap pembinaan pengelolaan lah yang harus didahulukan. Sehingga gerakan ekonomi tidak gagap saat mendapatkan cukuran dana yang besar dari pihak lain.
                Kemandirian, pengumpulan modal dari komunitas masyarakat itulah yang lebih penting, karena gerakan ekonomi masyarakat akan menjadi lebih baik dan mandiri. Dari kemandiriannya inilah akan mampu menciptakan kedaulatan dalam pengambilan keputusan saat mementum politik. Dan mampu mempengaruhi advokasi kebijakan yang ada.
                Atau dengan kata lain, kelas menengah Indonesia saat ini harus melakukan kerja – kerja nyata dimasyarakat secara langsung dengan hidup bersama mereka. Dalam bidang ekonomi, politik, budaya dan sosial atau dalam bahasa Tan Malaka gerakan Politik Ekonomi (GERPOLEK). Kerja – kerja nyata inilah yang diperlukan oleh kelas menengah Indonesia saat ini.
                Mengembalikan jiwa gotong – royong dalam masyarakat sebagai modal pembangunan, merupakan kekuatan dasar menuju masyarakat adil dan makmur.
Ayo balik ke gubuk – gubuk Marhaen . . . ! ! !
Berjuang bersama dengan Marhaen . . . ! ! !

Jumat, 08 April 2011

DEMOKRASI LANGSUNG: PENGHANCUR JIWA GOTONG - ROYONG



Melihat banyak fasilitas umum yang rusak diberbagai tempat dan tidak segera diperbaiki. Menjadikan  penulis trenyuh, mengingat fasilitas tersebut sangat dibutuhkan untuk kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Mulai dari jembatan yang menghubungkan antar desa hingga kerusakan parit – parit sebagai penyangga pengairan dunia pertanian. Sehingga kegiatan masyarakat tidak lancar dan membutuhkan banyak tenaga, biaya dalam kehidupan sehari – hari.
Namun masyarakat hanya bisa mengeluh dan berharap akan bantuan dari pemerintah untuk memperbaiki fasilitas umum tersebut. Pengharapan yang dimaterialkan dengan pengajuan proposal kepada pihak pemerintah ataupun jaringan yang dibangun masyarakat setempat dengan elit politik dengan harapan mendapatkan bantuan dana APBD yang dikucurkan melalui program Jaring Aspirasi Masyarakat.
Padahal sarana umum tadi dibangun dengan kekuatan masyarakat sendiri. Dengan sumbangan dari masyarakat sekitar wilayah bangunan tersebut dan dari penerima manfaat bangunan. Mulai dari perencanaan, implementasi hingga evaluasi dilakukan oleh, dari dan untuk masyarakat.
Masyarakat membentuk kepanitiaan pembangunan tanpa adanya komando dari aparat, kemudian mengangkat tenaga ahli dari kalangan mereka untuk mendesain bangunan sendiri dan penganggarannya. Hasil dari tim ahli ini, dipresentasikan dalam rapat masyarakat untuk kemudian dijadikan kesepakatan bersama.
Dari hasil perencanaan bangunan dan anggaran tersebut, masyarakat kemudian bergotong – royong untuk memenuhinya. Ada yang membayar dengan semen, pasir, baru, batu bata, kapur, uang, tenaga kerja dan lain – lain. Pekerjaan dilakukan dengan bersama – sama melalui gugur gunung (gotong – royong).
Bangunan yang dihasilkannyapun lebih baik dibandingkan dengan pembangunan yang dilakukan oleh pemborong proyek. Bangunan lebih kuat, lebih bagus. Mulai dengan perencanaan sampai evaluasi terdapat transparansi anggaran, sehingga ada jaminan untuk tidak terjadi korupsi. Kalaupun ada anggaran yang membengkak akan ditanggung bersama oleh masyarakat. Masyarakat menjadi objek sekaligus subjek pembangunan.

------------------------------
               
Gotong – Royong merupakan kata kerja yang artinya lebih aktif/luas dibandingkan dengan kata kekeluargaan, yang cenderung pasif dan merupakan kata sifat. Gotong – royong diakui sebagai warisan budaya bangsa yang harus dijiwai dan terus – menerus dikobarkan dalam dada anak bangsa, untuk merebut makna kemerdekaan secara subtanstif.
                Kenapa saat ini untuk melakukan pembangunan yang bertumpu pada modal sosial bangsa ini – gotong royong – sudah tidak ada atau berkurang. Padahal gotong – royonglah yang telah menjadikan Indonesia merdeka secara politik pada revolusi 1945. Persatuan dari elemen – elemen yang kecil – kecil (marhaen) inilah yang menjadi kekuatan bangsa ini. Karena hanya dengan bergotong – royonglah Indonesia bisa merdeka.

-------------------------------

                Perkembangan dunia yang mengarah kepada globalisasi dengan paham kapitalisme dibelakangnya dan landasan filosofi individualisme kah yang telah menghabisi sendi gotong – royong yang merupakan ciri masyarakat komunal. Atau kesibukan anggota masyarkat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya karena tututan hidup yang semakin meningkat. Tetapi penulis hanya membatasi permasalahan gotong – royong berkaitan dengan adanya demokrasi langsung yang telah dipakai Indonesia sejak tahun 1999.
                Demokrasi langsung, yang merupakan anak kandung dari kapitalisme dalam bidang politik, dengan beralasan penghormatan kepada hak – hak individu dalam masyarakat. Sehingga masing – masing individu menjadi lebih dihargai dengan dasar persamaan sebagai manusia ataupun makluk Tuhan. Dalam bidang politik, setiap orang berkedudukan sama, entah presiden, pengemis, direktur atau apapun hanya memiliki satu suara dalam menentukan pilihan politiknya.
                Namun kita semua lupa bahwa demokrasi dan ekonomi merupakan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan keduanya saling mempengaruhi. Keduanya tidak bisa dibatasi dengan wilayah administrasi manapun dan siapapun. Sehingga berbicara tentang politik harus juga berbicara tentang ekonomi dan sebaliknya. Memberikan hak salah satu segi saja, akan terjadi ketidakseimbangan dalam hubungan masyarkat yang kemudian dimainkan dan dimenangkan oleh pemegang sumber – sumber ekonomi atau politik.
                Demokrasi yang dianut oleh Indonesia saat ini hanyalah demokrasi politik semata. Demokrasi yang memberikan kebebasan berpikir, memilih dan dipilih, mengeluarkan pendapat baik lesan maupun tertulis dimuka umum. Demokrasi yang demikian, sebagaimana dalam parlemen Prancis mampu dimenangkan oleh kalangan masyarkat pinggiran (marhaen), namun keesokan harinya mereka akan terpinggirkan dalam ranah ekonomi.
                Sedangkan dalam demokrasi langsung ini, terpilihnya calon sangat ditentukan oleh ketiga hal pokok, yakni: pertama Kepopuleran seseorang; Kedua, taktik dan strategi yang digunakan; ketiga jumlah uang yang tersedia. Namun seiring waktu, karena demokrasi langsung yang tidak juga merubah nasib rakyat menjadi lebih sejahtera, hingga terjadi kejenuhan berdemokrasi dikalangan masyarakat, menjadikan pemilihan langsung sebagai ajang transaksi politik semata.
                Transaksi politik terjadi karena kesejahteraan wakil rakyat baik yang duduk di legislatif maupun eksekutif yang mendapatkan kenaikan kesejahteraan lebih cepat dibandingkan dengan mata pencaharian lain. Sedangkan masyarakat pemilih terutama dari kalangan kelas menengah kebawah tetap “setia” miskin. Sehingga masyarakat melakukan balas dendam politik dengan melakukan transaksi politik. Apa – apa selalu diukur dengan uang, terutama untuk kegiatan politik yang dilakukan oleh wakil rakyat.
                Kemakmuran juga mencolok dikalangan yang dekat dengan kekuasaan, biasanya tidak mempertimbangkan profesionalitas tapi masalah kedekatan dengan penguasa. Pasti mendapatkan potongan dari dana proyek yang diberikan oleh wakil rakyat tersebut. Bagi wakil rakyat ini berguna untuk mengembalikan dana kampanye yang besar.
-------------------------
                Pola transaksional tersebut secara langsung telah menghancurkan sendi – sendi kegotongroyongan masyarakat di Indonesia. Ini bisa dilihat saat masyarakat membangun fasilitas umum diwilayahnya. Dimana sebelum tahun 1999, sebagian besar fasilitas umum dibangun oleh masyarakat dengan iuran dan gotong royong anggotanya. Kini saat mau membangun atau memperbaiki fasilitas umum selalu menunggu pencairan dana dari pihak pemerintah.
                Kemandirian komunitas dengan jiwa gotong – royongnya hancur luluh lantah dengan adanya politik langsung tersebut, karena telah ada kesepakatan antara masyarakat dengan calon wakilnya. Padahal gotong – royong merupakan kekuatan sosial bagi pembangunan dan merupakan ciri masyarakat Indonesia.
                Kemudian bagaimana peran kelas menengah yang selama ini menjadi pelopor perubahan untuk mengembalikan jiwa gotong royong ini kembali tumbuh di masyarakat?

Minggu, 03 April 2011

REFORMA AGRARIA WACANAKAN MULAI KAMPUS HINGGA KAMPUNG



 
Pembangunan Negara yang dimulai pada tahun 1945 (65 tahun) sampai saat ini belum menunjukan akan tercapainya suatu tatanan masyarakat adil dan makmur sebagaimana cita – cita pendiri bangsa. Bahkan semakin jauh panggang dari apinya. Kenaikan Produk Domestik Bruto yang tidak diikuti distribusi pendapatan dari PDB tersebut, semakin menunjukkan adanya kesenjangan sosial yang nyata. Kesenjangan sosial merupakan pemicu adanya revolusi sosial yang dapat meletus setiap saat dengan disulut oleh persoalan – persoalan kecil.
Pembangunan Indonesia yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi tanpa memikirkan pemerataan, telah menjadi industri sebagai basis ekonomi rakyat. Dengan begitu secara tidak langsung negara ini telah mengkianati karunia Tuhan YME berupa tanah subur yang membentang dari Sabang sampai Merauke, sebagai sumber kehidupan manusia Indonesia bahkan dunia.
Sementara angka pertumbuhan ekonomi terbesar justru disumbangkan oleh Konsumsi rumah tangga 56,7%, sedangkan investasi hanya 32,2% (Kompas 8/2/2011). Sehingga pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak merubah kesejahteraan sosial masyarakat, karena penyumbang pertumbuhan justru dari sektor konsumsi. Dan konsumsi yang dilakukan oleh kelas menengah atas semakin banyak dan menunjukan kemewahan ditengah kemiskinan sebagian besar masyarakat.
 Pola pembangunan yang demikian hanya akan menguntungkan segelintir orang saja, dan menyengsarakan sebagian besar dari masyarakat Indonesia. Sehingga kemakmuran bersama (adil makmur) sebagaimana cita – cita proklamasi akan sulit dicapai. Justru dapat menimbulkan revolusi sosial yang akan memakan segalanya.

----------------

                Dewasa ini konsep pembangunan negara dimanapun berada dan dengan berdasarkan ideologi apapun, semuanya mengarah kepada Negara Kesejahteraan. Yang artianya negara juga ikut serta dalam menyejahterakan masyarakatnya, tidak hanya mengurusi masalah keamanan dan ketertiban masyarakat semata. Karena pada prinsipnya negara adalah Organisasi kekuasaan yang bertujuan untuk menjaga hukum masyarakat dan membawa masyarakat kedalam tujuan bersama yang telah disepakati.
                Indonesia yang sejak mulanya sudah menjadi negara kesejahteraan sudah seharusnya, mengambil langkah pro aktif untuk melakukan hal – hal terkait peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan bertumpu pada keadilan sosial. Karena sesuai amanat pembukaan UUD’45 “..... bersatu, berdaulat, adil dan makmur....... “. Masyarakat Indonesia harus berkeadilan dulu baru menuju kepada kemakmuran bersama.
                Sebagai negara Kesejahteraan, bukan berarti pemerintah memberikan kesempatan yang sama kepada semua orang untuk melakukan usaha dan mencari kesenangan. Tetapi pemerintah harus melakukan protektionis sumber ekonomi dalam negeri dari serangan luar negeri. Dan melakukan perlindungan dan bantuan yang lebih kepada usaha mikro, kecil dan menengah dari tekanan usaha besar yang mencoba melakukan monopoli.
Sehingga akan tercipta keadilan diantara masyarakat Indonesia untuk kemudian secara bersama – sama diantarkan menuju suatu masyarakat yang makmur. Karena tanpa perlindungan dari pemerintah terhadap usaha kecil, mikro dan menengah terhadap dominasi usaha besar, sama dengan menjadikan semua petinju dari semua kelas dalam satu ring, yang hasilnya sudah bisa ditebak.

------------------
Pemerataan pembangunan tidak bisa dilepaskan dari pemerataan kepemilikan alat produksi dalam usaha ekonomi, karena kepemilikan alat produksilah yang pada prinsipnya sebagai sumber kemamuran. Tanpa memiliki alat produksi sesorang hanya akan menjadi buruh dan selamanya akan dimakan nilai lebihnya, sehingga kemakmuran semakin menjauh darinya.
Dalam usaha apapun harus diakui bahwa sumber agraria merupakan alat produksi yang utama. Bahkan dunia usaha kedepan, keuntungannya akan habis hanya untuk menyewa tanah semata dan kembali kedalam zaman feodalisme.
Untuk mencegah hal tersebut perlu dilakukan pemerataan terhadap akses sumber – sumber agraria. Sehingga sumber – sumber agraria tidak digunakan sebagai alat untuk menindas kepada yang lemah, namun sebagai sarana menuju masyarakat adil dan makmur.
Reforma agraria yang mempunyai dua mata pisau yakni asset reform dan acces reform. Asset Reform merupakan bentuk penataan struktur agraria menjadi lebih adil, karena selama ini struktur agraria yang ada tidak adil bahkan menjadi alat untuk menindas sesama. Dengan memberikan tanah kepada buruh tani (landless) dan petani gurem (near landless). Guna diusahakan sendiri untuk menuju kesejahteraannya. Pembatasan kepemilikan masimal terhadap tanah, dan negara berkewajiban untuk membeli kelebihannya tersebut.
Acces Reform merupakan tindak lanjut dari Asset reform, dan keduanya merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Acces Reform merupakan bentuk akses petani penerima asset reform guna mendapatkan sarana produksi pertanian, baik modal, barang maupun pelatihan. Yang berguna untuk meningkatkan kesejahteraan, karena jika hanya mendapatkan modal yang berupa tanah, usaha peningkatan kesejahteraan akan berjalan tersendat, bahkan dapat terjadi rekonsentrasi kepemilikan tanah.
Asset Reform/land Reform bukan program yang bersifat birokratis, yang artinya tidak harus ada setiap dalam tahun anggaran. Namun harus selesai dengan target sekian tahun dari program tersebut. Sehingga target penataan pertanahan harus segera selesai guna menuju langkah selanjutnya yakni Acces Reform.
Reforma agraria bukan merupakan bagian pembangunan, apalagi bagian dari program kedaulatan pangan. Namun reforma agraria merupakan pondasi awal pembangunan. Yang diatasnya didirikan bangunan dari program pembangunan Indonesia. Sehingga reforma agraria harus dilaksanakan dahulu sebelum mengarah ke sektor lain. Namun seiring waktu UUPA agraria sebagai landasan pelaksanaan reforma agraria telah dipetikemaskan oleh rezim kapitalis.

----------------

                Seiring perjalanan waktu, reforma agraria kembali menjadi perbincangan yang hangat dikalangan pergerakan. Namun lebih banyak untuk penyelesaian sengketa pertanahan semata. Banyaknya sengketa pertanahan tidak terlepas dari berbagai maalah pertanahan yang ditinggalkan pada masa kolonial dan pergantian rezim populis Soekarno ke rezim kapitalis Soehato.
                Penyelesaian sengketa pertanahan harus dilakukan dengan komitmen (good will) dari Pemerintah. Dan dengan dukungan dari organisasi petani (rakyat) yang kuat guna mendorong reforma agraria. Karena hanya dengan dua kekuatan dari atas dan bawah tersebut maka reforma agraria dapat segera dilaksanakan dengan cepat dan tepat.
                Agraria bukanlah permasalahan yang hanya bicara permasalahan ekonomi, terlebih hanya urusan salah satu bidang (devisi) dalam pemerintahan semata. Namun merupakan urusan/bidang semua elemen bangsa, karena sudah diprogramkan sejak tahun 1960. Dengan begitu seluruh departemen pemerintah harus berjuang bahu – membahu untuk melaksanakannya. Sehingga perlu adanya sinkronisasi program diantara pemangku kebijakan tersebut.
                Mengingat Reforma agraria merupakan agenda besar bangsa Indonesia, perlu kiranya kampanye dilakukan sehingga pembahasan tentang hal ini tidak hanya menjadi monopoli kampus dan aktivis reforma agraria semata, namun juga menjadi diskusi dikalangan bawah. Untuk itulah kampanye ini dilakukan dengan mengajak berbagai elemen, mulai dari pemangku kebijakan, aktivis, akademisi hingga testimoni masyarakat.