Senin, 25 April 2011

IMPERALISME DI INDONESIA

Kuliah Pancasila Bung Karno
(Bab Pendahuluan) Bagian 2



Bagaimana dengan indonesia? Sebagaimana kita ketahui bahwa yang menjajah Indonesia adalah belanda. Sebuah Negeri yang miskin akan sumber daya Industri (Grondstoffen), sehingga bentuk penjajah yang dilakukan berbeda dengan di India yang dilakukan oleh Inggris. Belanda mula – mula datang ke Indonesia untuk mencari langsung sumber barang dagangan dari timur yang dibawah oleh Tiongkok. Entah itu barang dagangan dari india, Indonesia tapi yang membawa kebarat ialah Tiongkok. Karena dengan mendapatkannya dari sumbernya langsung maka harganya lebih murah, sehingga keuntungannya banyak.
Pada abad ke XVII – XVIII Belanda menyebutnya sebagai abad de gouden eeuw atau jaman yang penuh keuntungan dari perdagangan. Keuntungan yang demikian besarnya tersebut, oleh Belanda tidak ditabung untuk kas negara, melainkan digunakan untuk berdagang dan melakukan investasi di Indonesia. Yakni dengan mendirikan perusahaan – perusahaan seperti pabrik gula, perkebunan dan lain – lain. Yang dalam bahasa modern disebut sebagai finant – kapitalisme.
Dari perkebunan – perkebunan yang ada tersebut, hasilnya dijadikan sebagai bahan baku pembuatan barang – barang kebutuhan di Eropa. Misalnya Perkebunan Kelapa sawit didirikan di indonesia, dibawa ke Belanda dan digunakan sebagai bahan baku sabun. Sehingga Belanda mendapatkan keuntungan yang besar. Sementara untuk mengembangkan finanz – kapital ini mempunyai syarat – syarat yang berbeda dengan dengan handls – imperalisme.
Handels – imperalisme bisa berkembang bila rakyat mempunyai koopwil dan koopkracht, mempunyai daya beli dan kemauan untuk membeli. Sementara finaz – kapitalisme, yang berusaha menanamkan modal di Indonesia, harus menurunkan levensstandaard (Standar hidup) masyarakat Indonesia. Karena dengan turunnya standar hidup rakyat Indonesia, maka harga sewa tanah sebagai awal imperalisme dan harga tenaga kerja menjadi murah. Karena harga – harga barang/tenaga kerja ditentukan oleh standar hidup. Sementara Handels – imperalisme justru menaikan standar hidup untuk menjaga Koopwil dan koopkracht. Sampai pernah harga tenaga kerja kita 8 sen per hari.
Akibat dari rendahnya standar hidup tersebut pada abad ke 20 Indonesia tidak mempunyai kelas menengah. Tidak mempunyai orang – orang yang secara ekonomi sanggup berusaha atau mendirikan perusahaan. Padahal di Abad ke 18 semua itu masih ada, kita masih mengenal pabrik tekstil milik pribumi. Kalau toh masuk dalam pegawai tetap menjadi pegawai kecil saja.
Sehingga gerakan melawan Imperalisme di Indonesia sangat berlainan dengan perlawanan imperalisme di India ataupun Amerika. Di India masih terdapat kelas menengah yang mampu memberikan dana perjuangan kepada gerakan rakyat, sementara di Amerika, para pengusahanya mampu membuat Angkatan perang untuk melakukan revolusi Amerika dengan panglima Besarnya George Washingston, yang kemudian diangkat menjadi Presiden.
Sementara perjuangan untuk mengusir penjajah di Indonesia ini, harus merupakan persatuan daripada petani kecil, pegadang kecil, pegawai kecil dan yang kecil – kecil salainnya. Karena yang besar (kelas menangah) sudah tidak ada di Indonesia ini. Persatuan merupakan kunci dari tiap – tiap perjuangan golongan – golongan kecil tersebut. Nah, untuk memberikan nama golongan – golongan kecil tersebut, saya berikan nama Marhaen...!!!!! kenapa bukan Proletar ???
Proletar adalah orang yang menjual tenaga kerjanya dan tidak menguasai alat – alat produksi. Alat produksi itu sepert mesin, kereta dan lain – lain. Sedangkan insinyur meskipun pintar selama tidak menguasai alat produksi, maka tetap disebut sebagai proletar (intelektuil proletar).Penamaan Marhaen ini, ceritanya ialah saat saya berjalan – jalan di Bandung selatan tepatnya di Cigereleng. Saya bertemu dengan Petani yang mempunyai sawah, sapi, rumah, bajak namun tetap saja miskin. Petani ini mempunyai alat produksi sendiri namun tetap saja miskin, dan bernama marhaen. Sehingga orang – orang kecil di Indonesia ini saya sebut sebagai Marhaen.
Sehingga Revolusi Indonesia hanya bermodalkan kekuatan – kekuatan golongan kecil (marhaen) yang disatukan tadi. Karena kita tidak mempunyai kelas menengah dan angkatan senjata. Dalam berbagai golongan marhaen yang terdiri dari petani kecil, nelayan kecil, buruh kecil, pedagang kecil tersebut tentunya mempunyai kepentingan – kepentingan sendiri – sendiri. Untuk menyatukan unsur – nunsur marhaen tersebut dibutuhkan gotongroyong. Jiwa yang sudah mengakar dalam kehidupan bangsa kita sejak dulu.
Saya pakai perkataan marhaen bukan karena saya dulu PNI, tapi karena harus ada istilah baru yang mewakili masyarakat kecil di Indonesia tapi memegang alat produksi. Didalam PKI, NU, Masyumi, PNI, PSI semuanya terdapat unsur Marhaen yang dalam masyarakat Indonesia sekarang ini lebih dari 95 %.
Bersambung......................

2 komentar: