Kamis, 18 November 2010

PERTANIAN: BASIS PEMBANGUNAN DI KAB. BLITAR


Pertarungan memperebutkan kursi Bupati dan wakil Bupati telah usai, meskipun komisi Pemilihan Umum Kab. Blitar belum mengumumkan pemenangnya secara resmi. Namun masyarakat telah mengetahui pemenangnya melalui penghitungan cepat yang dilakukan oleh berbagai pihak yang berkepentingan. Baik itu tim sukses kedua pasangan calon, Komite Independen Pemantau Pemilu, Lembaga survei maupun yang lain. Dalam penghitungan cepat yang dilakukan oleh berbagai pihak tersebut, dapat disimpulkan bahwa pasangan Heri Nugroho - Rianto mampu mengungguli pasangan Arif Fuadi - Heri Romadhan.
            Pemilukada merupakan hasil dari proses Otonomi Daerah yang bertujuan untuk menciptakan suatu pemerintahan daerah yang akuntabel,  kridebel dan transparans. Dimana rakyat mempunyai hak untuk memilih pimpinan mereka sendiri ditingkat daerah. Kedekatan pimpinan daerah dengan masyarakat yang dipimpinnya diharapkan mampu meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat, yang pada akhirnya mampu mmenciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur.
            Proses pembangunan yang dalam prosesnya dibuat secara bersama - sama dan/atau diawasi oleh rakyat (mulai dari perencanaan, penyusunan, pembuatan, penetapan, sosialisasi, implementasi hingga pengawasan) akan mampu mencipta pelayanan dan/atau pembangunan menjadi lebih baik dibandingkan sebelumnya. Ini sangat penting, karena tanpa pelibatan masyarakat dalam proses pemerintahan akan cenderung terjadi pelanggaran dalam melaksanakan fungsi - fungsi pemerintahan.
            Bupati dan Wakil Bupati terpilih harus siap menang dan menjalankan program - programnya sesuai visi dan misi selama kampanye. Ini sebagai konsekuensi logis dari sistem pemerintahan yang saat ini menjadi model di negara kita. Dimana visi dan misi calon bupati dan wakil Bupati akan menjadi Rencana Pembangunan Jangka Menengah diwilayah.
            Pembangunan Kabupaten Blitar kedepan harus didasarkan kepada pembangunan dalam sektor pertanian. Hal ini sesuai dengan Psiko – history masyarakat kabupaten Blitar yang sejak dulu merupakan masyarakat Petani. Dan dalam sejarah, Blitar dikenal sebagai daerah penyangga logistik ibukota Kerajaan - Kerajaan yang berada di Jawa Timur. Karena keberadaan gunung Kelud sebagai sumber kesuburan tanah di Blitar. Sehingga pembangunan Kab. Blitar yang tidak mengandalkan atau bertumpu pada dunia pertanian merupakan bentuk pengingkaran terhadap sejarah Kab. Blitar sendiri.
            Saat ini, dari 1.259.784 jiwa penduduk kab. Blitar, 66, 69% merupakan petani maupun buruh tani. Sehingga dengan menjadikan dunia pertanian sebagai basis/pondasi pembangunan di Kab. Blitar, maka hasil – hasil pembangunan akan dapat dirasakan oleh masyarakat secara luas, tentunya dengan tidak mengabaikan sektor – sektor lain. Bukan menjadikan dunia pertanian sebagai bagian pembangunan, sebagaimana saat ini.
            Pada masa pemerintahan Herry Nugroho – Arif Fuadi (kini mereka harus cerai) selama lima tahun terakhir ini, kebanyakkan program pembangunan dialokasikan kepada perbaikan/pembangunan infrastruktur jalan di Kab. Blitar. Ternyata terbukti gagal meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kab. Blitar, alih - alih mengurangai angka kemiskinan. Prinsip pembangunan yang hanya memperbaiki/membangun fisik, terbukti gagal menyejahterakan masyarakat, karena masyarakat tetap tidak menguasai alat produksi yang dapat meningkatkan kesejahteraannya. Kini saatnya membangun manusia dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memberikan alat - alat prodduksi kepada rakyat.
            Sampai saat ini, petani didesa - desa masih belum mendapatkan peningkatan kesejahteraan yang berarti, meskipun program pemerintah telah sampai pada mereka. Paradigma yang terjadi pada masa Orde Baru, dimana pendanaan program - program masih saja bocor ditengah jalan, bahkan menjadi komoditas politik ditengah demokrasi liberal saat ini. Dimana, pejabat politik yang mempunyai keinganan untuk mempertahankan kekuasaannya harus merebut hati rakyat, bahkan membeli suara rakyat, yang salah satunya dengan menggunakan program pemerintah dengan barter suara dalam pemilihan umum.
            Permasalahan didunia pertanian tidak semata - mata permasalahan ketersediaan bahan produksi yang selama ini disediakan oleh Pemerintah. Bukan sekedar permasalahan pupuk yang harus disediakan setiap jelang musim tanam dan perlindungan terkait harga penjualan hasil panen. Namun permasalahan didunia pertanian sangatlah rumit.

            PERMASALAHAN SEKTOR PERTANIAN
            Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh petani kita antara lain; pertama, organisasi, perlu adanya penguatan organisasi petani, untuk menjadi organisasi yang mandiri, kuat dan berdaulat. selama ini , organisasi petani  yang benar - benar mampu berdiri secara mandiri, adalah mereka yang mengalami konflik/sengketa tanah dengan pihak lain, baik dengan perusahaan swasta, negara maupun dengan alat negara. Sementara petani yang sudah mempunyai tanah garapan, mengalami kecenderungan berorganisasi hanya saat ada bantuan tiba, dan tidak bersifat kontinyu dengan tujuan yang telah ditetapkan. Padahal sebuah golongan yang tidak mempunyai berorganisasi atau mempunyai organisasi namun lemah, akan cenderung tersisih/disisihkan dan termajinalkan/dimarjinalkan, karena tidak mempunyai posisi tawar dihadapan golongan lain.
            Kedua, Kebijakan pemerintah terkait dunia pertanian, yang cenderung menganggap sektor pertanian sebagai sektor kelas dua atau alternatif pembangunan. Sehingga pembangunan dalam bidang pertanian selalu dianaktirkan meskipun secara kuantitas masyarakat Blitar banyak petani. Yang menyebabkan tidak adanya perlindungan bagi petani terkait ketersediaan sarana produksi pertanian. Ini dapat terlihat saat pemerintah selalu terlambat dalam penyediaan sarana produksi pertanian. Padahal siklus tanam, sejak dahulu hingga sekarang tetap dan dapat dijadikan sebagai evaluasi, tidak mengulangi keterlambatan persediaan sarana produksi pertanian setiap tahunnya. Dan tentunya jaminan harga hasil produksi dipasaran harus dilakukan oleh pemerintah, tidak diserahkan kepada mekanisme pasar.
            Ketiga, Program yang dijalankan oleh Pemerintah selama hanya bersifat jangka pendek yang tidak berkesinambungan dan tidak berhubungan antara satu dengan lainnya (pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan dll) tidak ada satu koordinasi dan merupakan bentuk politik etis. Program yang masuk sektor pertanian selama ini hanya bersifat temporer tanpa ada kelanjutan dari program tersebut, sehingga tidak dapat dilanjutkan. Karena Tidak ada tujuan jelas dari program - program yang ada.   Sementara, dinas - dinas yang terkait dengan dunia pertanian, dalam menjalankan program cenderung sektoral dan tanpa koordinasi untuk pembangunan sektor pertanian.
            Kondisi politik yang menerapkan suara terbanyak dalam pemilihan anggota legislatif telah merubah paradigma pembangunan. Yang dulu masih mempunyai konsep dan tujuan jelas, kini hanya sekedar untuk memuaskan masyarakat atau untuk menepati janji wakil rakyat yang jadi kepada pemilihnya. Sebagai konsekuensi pemenuhan janji - janji politik selama kampanye, termasuk dalam sektor pertanian. Sehingga bantuan/subsidi sarana produksi menjadi tidak adil.
            Keempat, struktur Penguasaan, pemilikan, pengelolaan dan pemanfaatan sumber - sumber agraria yang tidak adil. Di Kab. Blitar dari total luas 158.879 Km², lahan pertanian hanya tersedia 19%, padahal jumlah petani dan buruh tani di Kab. Blitar mencapai 66,69% dari 1.179.975 jiwa, Sementara, perkebunan baik swasta maupun negara menguasai 31%, Kehutanan menguasai 21%. Sehingga, masyarakat yang jumlahnya banyak hanya menguasai sumber - sumber agraria dalam jumlah sedikit, sedangkan badan usaha yang telah kaya menguasai lahan yang luas. Ini menunjukan struktur agraria yang tidak adil.
            Pembangunan pertanian tanpa perombakan struktur penguasaan, pemilikan, pengelolaan dan pemanfaat sumber - sumber agraria tidak akan pernah menyentuh kepada masyarakat luas dan cenderung terjadi bias kapitalis. Karena tanah merupakan alat produksi utama dalam dunia pertanian. Tanpa kepemilikan, penguasaan, pengelolaan dan pemanfaatan tanah oleh petani penggarap, maka keuntungan dari hasil pertanian hanya akan menjadi milik mereka yang menguasai lahan yang luas.
           
            SOLUSI
            Dari permsalahan - permasalahan yang muncul tersebut, dapat diambil berbagai solusi. Sehingga petani benar - benar mampu menjadi petani yang mandiri, kuat dan berdaulat. Adapun penulis memberikan solusi sebagai berikut:
            Pertama, Penguatan organisasi tani. Bahwa perjuangan suatu kaum/golongan hanya dapat dilakukan dengan sukses jika dilakukan oleh kaum itu sendiri. Petani harus menyelamatkan dirinya sendiri, tanpa menggantungkan nasibnya kepada golongan lain. Namun bukan berarti, harus selalu bertentangan dengan golongan lain. Karena perjuangan dari golongan lain tentunya juga membawa kepentingan golongan lain juga.
            kekuatan petani terletak pada kekuatan gotong - royongnya dan etos kerja yang luar biasa. Sejak jaman feodal hingga sekarang posisi petani yang tidak pernah mengalami kemerdekaan sebagai subtantif, mampu bertahan. membuktikan bahwa dalam posisi yang lemah (dijajah terus sepanjang hayat), petani mampu bertahan. Kekuatan potensial ini, karena petani mempunyai kemampuan untuk bekerja keras dan gotong - royong. Namun kemampuan tersebut samapi saat ini belum diorganisir dengan baik oleh kalangan petani untuk menjadi kekuatan yang besar guna mendesakan kepantingan mereka menjadi sebuah kebijakan di pemerintah. saat kekuatan tersebut mampu diorganisir maka patani dengan sendirnya akan mengalami kedaulatan, yang akan menjadi modal untuk meningkatkan kesejahteraannya.
            kelas menengah yang mau dan mampu bekerja untuk kelas petani, hanya akan mendampingi petani, namun tidak akan mampu memerdekakan petani dari penjajahan bangsa sendiri seperti saat ini. Peranan kelas menangah hanya sebagai pendorong bagi gerakan kaum petani semata. Selebihnya adalah kaum petani yang melakukan perjuangan untuk merebut kemerdekaan yang hakiki.
            Kedua, anggapan bahwa peertanian hanya sebagai sector kedua harud dihilangkan karena secara jumlah masyarakat Kab. Blitar kebanyakan dari sector pertanian ini. Pemerintah harus mengutamakan sector pertanian sebagai basis untuk pembangunan dan pengentasan kemiskinan di Kab. Blitar. Sehingga pembangunan dan pengentasan kemiskinan akan berdampak luas bagi sebagian besar mesyarakat di Kab. Blitar. Tentu saja dengan tidak melupakan sector lain.Namun konsentrasi kepada salah satu sector telah terbutkti akan mampu mengurangi angka kemiskinan secara signifikan. Hal ini dapat dilihat dari hasil pembangunan yang diadakan di propinsi gorontalo, yang berkonsentrasi pada dunia pertanian khususnya petani jagung. Ini dapat dicontoh oleh Kab. Blitar untuk juga berkonsentrasi dalam pembangunan demi pengentasan kemiskinan. Tentunya mengutamakan petani karena factor jumlah dan angka kemiskinan yang besar diwilayah pedesaaan yang bermatapencaharian sebagai petani.
            Ketiga, Dalam menjalankan program di sector pertanian, pemerintah harus menerapkan tujuaqn jangka panjang dari program tersebut. Sehingga ada kesinambungan antara program  satu dengan program yang lain. Dan semua program tersebut diarahkan untuk menuju titik tujuan tersebut. Tahapan – tahapan untuk memajukan dunia pertanian harus dibuat, sehingga dapat dievalusi targetan yang dicapai oleh masing – masing tahapan tersebut.
            Guna menyukseskan program anadalan di bidang pertanian ini, Pemerintah harus juga mengerahkan semua potensi untuk mendukung dunia pertanian sebagai basis kepada sector – sector lain yang terkait. Seperti perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan dan lain – lain. Dengan adanya kerjasama antar sector yang tidak bersifat sektoral akan menjadikan hasil lebih cepat didapat. Dapat harus melihat sector mana yang sukses dan mendapatkan citra dari masyarakat. Namun lebih dilihaT sebagai kesuksesan bersama antar sector (pemerintah Kab. Blitar).
            Keempat, Perlu adanya perombakan penguasaan, pemilikan, pengelolaan dan pemanfaatan sumber – sumber agrarian di kab. Blitar. Hal ini mengingat  struktur agrarian di kab. Blitar yang tidak adil. Sehingga pembangunan pertanian yang tidak melakukan perubahan terhadap struktur agrarian akan terjadi bias kapitalistik. Dimana pemilik  modal dan penguasa tanah saja yang mendapatkan keuntungan. Sementara petani gurem akan cenderung melakukan penjualan tanah terhadap petani besar.
Di kab. Blitar terdapat 28 titik sengketa pertanahan antara petani dengan swasta, PTP, Alat Negara, pemerintah daerah, maupun dengan pemerintah desa. Yang merupakan konflik pertanahan yang paling komplek dalam hal mereka yang berkonflik.  Sehingga sudah wajar jika melakukan perombakan agrarian harus ditempatkan sebagai salah satu bidang dalam pembangunan pertanian di Kab. Blitar.
Untuk menyikapi hal tersebut, sudah selayaknya pemerintah Kab. Blitar membentuk suatu Badan otoritas khusus tentang reforma Agraria, yang bertugas guna menyelesaikan permasalahan sengketa lahan di 28 titik tersebut. Dan juga memfasilitasi petani untuk mendapatkan hak atas tanah, di tanah – tanah Negara yang ditelantarkan oleh pemegang Hak Guna Usaha (perkebunan). Dengan demikian maka, struktur agrarian di kab. Blitar akan berubah. Dan tanah terlantar mampu dimanfaatkan oleh Petani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar