Minggu, 23 Oktober 2011

Hak Guna Usaha Masa Depan




                Hak Guna Usaha (HGU) yang selama ini diterbitkan oleh Pemerintah selalu diberikan kepada perusahaan yang sifatnya Perseroan Terbatas. Dimana kepemilikannya hanya dipegang oleh beberapa gelintir orang saja. Sehingga menimbulkan kecemburuan sosial, karena jumlah masyarakat yang banyak hanya menguasai lahan sedikit. Sedangkan Perusahaan (Badan Hukum) yang dimiliki oleh sedikit orang menguasai lahan yang luas dan subur.
                Perkebunan yang diusahakan dengan Hak Guna Usaha selama ini dikenal sebagai sistem perbudakan modern, yang bersifat kapitalistik dan kolonial. Rakyat yang diperkerjakan dalam perkebunan tersebut, hanya mendapatkan upah sekedar untuk menyambung hidup semata. Hasil perkebunan berupa kopi, teh dan lain – lain tidak pernah dinikmati oleh kalangan buruh perkebunan. Hasil bumi yang melimpah didepan mata, terpisah dari manusia yang memproduksinya.
                Disetiap pusat pertumbuhan ekonomi baik Industri, pertambangan maupun perkebunan selalu saja terjadi ketimpangan sosial yang sangat dalam. Merupakan bukti kegagalan sistem ekonomi terpusat gaya kapitalistik. Ketimpangan sosial tersebut, menjadikan banyaknya sengketa di wilayah pusat pertumbuhan ekonomi.
                Untuk wilayah perkebunan sengketa tersebut, selain persoalan ketimpangan sosial terkait penguasaan lahan (tanah) juga persoalan sejarah tanah. Dimana sebagian besar dari tanah perkebunan saat ini, merupakan tanah petani yang dalam masa pembentukan perkebunan (Agriculture Wet 1870) dirampas oleh penguasa Belanda. Atau perkebunan yang dibentuk pada awal masa Orde baru yang juga dirampas oleh Pemerintah Republik atas nama pembangunan.
                Ketidak adilan sosial, menyebabkan terjadinya sengketa dimanapun, entah ada provokasi atau tidak, kesadaran rakyat akan tumbuh dengan sendirinya untuk kembali merebut hak – haknya yang telah dirampas perusahaan dengan menggunakan tangan penguasa. Untuk itulah perlu kiranya konsep Hak Guna Usaha bagi perkebunan. Diharapkan dengan konsep baru yang lebih manusiawi dan bersifat populis tidak akan terjadi penindasan dari tata produksi demi menuju masyarakat adil dan makmur sebagaimana cita – cita kemerdekaan Republik ini.
                Konsep baru hak Guna Usaha ini, ialah HGU diberikan kepada Koperasi petani yang didirikan oleh Petani disekitar wilayah perkebunan tersebut, termasuk dalam anggota koperasi ini ialah pekerja perkebunan. Sehingga kepemilikan HGU meskipun dimiliki oleh Badan Hukum (dalam hal ini Koperasi) tetap bersifat populis karena Koperasi dimiliki oleh anggota yang jumlahnya banyak. Anggota koperasi ini bisa mencapai ribuan orang.
                Dengan begitu, akumulasi kapital (keuntungan) yang diperoleh dari Hak Guna Usaha ini akan menjadi hak dari seluruh anggota koperasi. Dimana dalam koperasi sendiri diadakan aturan untuk membatasi dominasi perorangan dalam kepemilikannya. Sekedar contoh satu orang dalam koperasi dibatasi hanya boleh mempunyai harta kekayaan dalam koperasi maksimal 0,5%. Sehingga ada jaminan tersebarnya kapital yang terakumulasi dalam keuntungan yang diperoleh Koperasi kepada seluruh anggotanya.
                Sementara untuk pengerjaan lahan Hak Guna Usaha tersebut dilakukan oleh seluruh anggota koperasi. Pekerja dalam koperasi tersebut akan digaji sesuai dengan posisi dia bekerja dalam penguasaan Hak Guna Usaha tersebut. Tentunya berbeda antara Gaji sekerja di perkebunan dengan gaji direktur perkebunan.
                Yang membedakan konsep penguasaan HGU model ini dengan model yang selama ini diberlakukan oleh negara ialah. Akumulasi keuntungan Koperasi yang dibagi merata kepada anggota koperasi yang notabene merupakan pekerja dalam lahan yang diberikan HGU tersebut. Selain itu, tidak terjadinya pengasingan antara pekerja dengan alat produksi dan hasil produksinya  sebagaimana yang terjadi dalam sistem pemberian HGU dan pengelolaan lahan tersebut.
                Ketidakadanya keterasingan dan pembagian keuntungan yang rata kepada pekerja (anggota koperasi), menghilangkan eksploitasi yang terjadi selama ini pada buruh perkebunan. Dan akan menjadikan pembagian keuntungan lebih merata kepada anggota koperasi, sehingga kesejahteraan akan tercapai secara bersama – sama oleh anggota koperasi. Dengan tidak menghilangkan adanya penghormatan atau kebebsan untuk merencanakan ekonomi masing- masing individu. Untuk perencanaan masing – masing individu ini dilakukan dengan menggunakan dana yang diperoleh dari hasil kerja diperkebunan maupun hasil Sisa Hasil Usaha dari koperasi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar