Rabu, 01 Juni 2011

RELEVANSI PEMIKIRAN SOEKARNO DI ERA GLOBALISASI (NEFO VS OLDEFO)


           Dalam sejarah hubungan antar negara di dunia ini, terjadi berbagai perkembangan. Perang dunia kedua yang selesai tahun 1945, telah merubah pola hubungan tersebut. Kemenangan blok kapitalis dengan Amerika sebagai komando dan Blok Komunis yang diketua oleh Uni Soviet atas blok Fasis (Jepang, Italia, Jerman) menjadikan perang dingin atas kedua blok tersebut. Kemerdekaan negara - negara bangsa yang ada di Asia, Afrika dan Amerika latin menambah peta dunia semakin beragam.
            Bahkan Bertand Russel memisahkan dunia ini hanya dalam dua blok tersebut, penganut manifesto komunis dan declaration of independent. Padahal banyak negara-negara terutama yang ada di Asia, Afrika dan Amerika Latin yang tidak menganut kedua paham tersebut. Hal ini diungkapkan oleh Ir. Soekarno di sidang Umum PBB 30 September 1960. Bahkan dengan berani Soekarno menawarkan Pancasila sebagai dasar PBB, agar dunia terbebas dari peperangan.
            Dalam masa demokrasi terpimpin yakni antara tahun 1959-1965, kita mengenal adanya New Emergenzing Force (NEFO) sebagai sebuah kekuatan negara-negara berkembang yang dipelopori oleh Indonesia, India, China, Rusia, Mesir, Alzajair. Dimana anggota NEFO terdiri dari negara-negara yang ada di Asia, Afrika dan Amerika Latin.
            NEFO dibedakan dengan Gerakan Non Blok (GNB), NEFO merupakan gabungan negara-negara yang menghendaki hilangannya kapitalisme, imperialisme, kolonialisme dengan segala manifestasinya dari dunia. Sedangkan GNB merupakan kumpulan negara yang tidak bergabung dalam Blok barat maupun Blok Timur.
            Sebagai kekuatan negara-negara berkembang NEFO menjadi perhatian dunia, sekaligus merupakan ancaman bagi negara-negara maju yang disebut OLDEFO. Persaingan antara keduanya juga terlihat di PBB, hingga menyebabkan Indonesia keluar dari PBB selain disebabkan masuknya Malaysia dalam Dewan Keamanan PBB.
            Bahkan NEFO mempunyai kantor pusatnya di Jakarta,  gedung tersebut sekarang digunakan sebagai Gedung DPR/DPD/MPR RI. Kantor pusat ini menyamai PBB yang berpusat di New York. Sementara untuk Ibukota negara Republik Indonesia ditempatkan di Palangkara, Kalimantan Tengah.
            Saat ini pola hubungan dunia Internasional juga berubah dengan adanya Koalisi negara-negara berkembang yang tergabung dalam BIRCS (Brasil, India, Rusia, China dan South Afrika). Dimana dalam sejarahnya keempat negara awal sekaligus negara pendiri koalisi ini adalah bekas negara-negara yang dulu pernah tergabung dalam NEFO.
            BIRCS telah menjadikan kiblat dunia yang dalam dua dasawarsa terakhir berada di Amerika dan Uni Eropa sedikit telah bergeser pada kekuatan ini. Mengingat beberapa faktor terutama tawaran pasar yang besar di negara BIRCS dibandingkan jika kerja sama dengan AS dan Uni Eropa. Juga tidak adanya hambatan terkait isu-isu HAM sebagai syarat seperti yang diajukan oleh AS dan UE jika mengadakan kerja sama dengan mereka.
Kekuatan AS dan UE di satu sisi dengan BIRCS disisi lain dalam peta hubungan Internasional saat ini, tentunya mengingatkan kita pada hubungan antara NEFO dengan OLDEFO. Namun yang menjadi pertanyaan penulis ialah posisi Indonesia yang berbeda antara di NEFO dengan di BIRCS.
Dalam koalisi yang tergabung di NEFO, Indonesia menjadi salah satu negara pelopor. Posisi Indonesia dalam NEFO sangat menentukan arah gerakan. Kini, dalam BIRCS, pemerintah selalu mengatakan Indonesia menjadi negara akan bergabung. Namun kenyataannya dalam pertemuan di China justru yang diundang oleh BIRC adalah South Afrika sehingga menjadi BIRCS.
Indonesia pada masa Orde Baru juga disebutkan sebagai negara akan, akan segera tinggal landas menuju negara Industri, sekarang akan bergabung dalam BIRCS. Namun dalam beberapa media dikatakan sebagai negara yang akan gagal. Kembali penulis bertanya akan dibawa kemana republik ini.  
Kenapa pada saat Demokrasi terpimpin Indonesia mampu menjadi pelopor NEFO? Tidak lain karena pelaksanaan Ideologi Negara yang konsisten. Pembangunan negara yang dilakukan dengan mengaju pada Dasar Negara (Pancasila); GBHN sebagai landasan Operasional yang dikenal dengan Manifesto Politik; dan mempunyai blue print pembangunan yang dijalankan dengan konsekuen yang disebut Rencana Pembangunan Semesta Berencana.
Kalau begitu, mari kembali ke Pancasila.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar