Sabtu, 21 Mei 2011

TOLAK PENYEWAAN LAHAN PERTANIAN

Rencana Konsorsium Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk lahan petani guna memenuhi kebutuhan cadangan beras nasional perlu ditinjau ulang. Harus diakui bahwa kebutuhan pangan nasional adalah wujud kedaulatan suatu negara dimanapun. Bahkan negara maju tetap menjadikan pertanian sebagai bagian mutlak dari pembangunan negara. Mengingat, kedaulatan pangan merupakan hal yang mendasar bagi tiap pembangunan. Sehingga ditiap negara selalu memberikan subsidi yang besar dalam sektor pertanian.
Indonesia, yang dikaruniai tanah subur membentang dari Sabang hingga Merauke, harus mampu menjadikan negara yang berdaulat dalam persoalan pangan. Namun kenyataan berkata lain, nilai impor beras terus mengalami kenaikan yang signifikan.

Untuk mengatasi impor beras dan menjaga stok beras nasional, BUMN membentuk konsorsium guna menyewa lahan-lahan petani yang selama ini mendapat hasil panen yang luar biasa. Penyewaan lahan merupakan bentuk terobosan nyata dari pemerintah, guna menyelamatkan stok beras nasional.
Namun penyewaan lahan petani, akan menjadikan petani turun kelas menjadi buruh tani. Ini bukan sekedar permasalahan pekerjaan, namun menyangkut permasalahan kedaulatan petani atas tanah. Petani tidak lagi mempunyai kedaulatan atas tanah, terusir dari lahannya sendiri. Menunjukkan tidak adanya semangat dari pemerintah untuk meningkatkan kwalitas hidup petani, namun sekedar menyelamatkan stok beras nasional semata.

Peristiwa kriminalisasi petani yang akhir-akhir ini terjadi juga harus menjadi pertimbangan sendiri pelaksanaan program ini. Selama ini, pengambilalihan lahan-lahan petani terjadi karena penipuan terhadap pengelolaan lahan-lahan pertanian. Mengakibatkan trauma bagi kalangan petani.
Pemerintah seharusnya lebih mempertimbangkan pemerataan pembangunan, bukan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya persoalan cadangan beras nasional semata. Berbicara pemerataan pembangunan, selama ini terjadi ketimpangan pembagian kue pembangunan antara desa dengan kota, antara metropolitan dengan daerah feri-feri.

Reorientasi pembangunan dengan mengedepankan pemerataan pembangunan dapat dilakukan dengan membangun daerah pedesaan dan sektor pertanian. Karena, desa dan pertanian selama ini menjadi anak tiri pembangunan, sehingga angka kemiskinan selalu tinggi, dengan tingkat pendidikan yang rendah.
Sementara program pengentasan kemiskinan, selalu ditujukan kepada kaum miskin baru, yakni mereka yang terkena PHK dari perusahaan. Tanpa menyentuh, memberdayakan petani dengan menghormati kedaulatannya sebagai produsen masyarakat. Program yang ada saat ini, cenderung mematikan kreativitas petani, karena bersifat top down. Ini terlihat dengan menghilangnya benih-benih padi, jagung lokal dari peredaran yang diganti dengan benih buatan pabrik.

Menghidupkan kembali lumbung-lumbung desa menurut penulis merupakan solusi yang masuk akal. Dengan lumbung desalah masyarakat terutama petani akan mendapatkan kedaulatan pangan. Kedaulatan di tiap-tiap kelompok tani ataupun tingkat desa dengan sendirinya akan menjadikan kedaulatan pangan pada tingkat nasional.

Pemerintah, harus berani melakukan terobosan dengan melakukan pembelian hasil panen petani diatas harga yang ditawarkan oleh tengkulak. Dengan begitu, petani akan menjual hasil panen kepada pemerintah desa. Dimana lumbung desa dapat dijalankan oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Sehingga kedaulatan petani atas tanahnya tetap terjaga, kesejahteraannya meningkat. Stok pangan nasional tetap dapat dijaga sampai ditingkat desa-desa sebagaimana dilakukan oleh Propinsi Gorontalo dengan komoditas jagung. BUMDes akan berdaya dan mempunyai pekerjaan yang juga bersifat sosial selain juga harus mempunyai keuntungan guna mengisi kas desa.

Masih banyak yang bisa dilakukan oleh pemerintah selain menggusur petani dari tanahnya, untuk menyediakan stok beras nasional . Sekali lagi Tolak Penggusuran Petani Dari Tanahnya.

Oleh
Jaka Wandira

Tidak ada komentar:

Posting Komentar