Minggu, 15 Mei 2011

TOLAK PERDA PENJARAHAN AIR PETANI

Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Blitar tentang Pelestarian Sumber Mata Air Dan Pengelolaan Air Bawah Tanah menjadi salah satu Ranperda yang dibahas ditahun 2011. Saat penulis membaca judul Ranperda tersebut, ada secercah harapan akan adanya perlindungan terhadap sumber mata air yang ada di Kabupaten Blitar dan sumber air bawah tanah.

Namun permasalahan muncul saat membaca isi Ranperda, dimana kebanyakan pasal–pasal Ranperda tersebut justru bertolak belakang dengan semangat pelestarian sumber air yang ada di Kabupaten Blitar. Secara garis besar Ranperda pelestarian Sumber Mata Air dan Pengelolaan Air Bawah Tanah terdiri dari dua (2) hal.

Pertama, Semangat untuk mendapatkan pemasukan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dalam era otonomi daerah memang PAD penting dalam pembangunan. Karena selain mengandalkan dana perimbangan dari pusat, daerah dituntut untuk dapat meningkatkan PADnya.

Namun semangat tersebut, bukan berarti mengorbankan kepentingan yang lebih besar, dalam hal ini penggunaan air bagi rumah tangga. Memang disebutkan air yang digunakan untuk keperluan rumah tangga dalam skala tertentu (ditentukan dengan Peraturan Bupati) tidak dikenai pajak. Namun bagaimana pengawalan Peraturan Bupati tersebut yang harus dilakukan.

Kedua, semangat untuk melakukan eksploitasi dan privatisasi sumber air dan sumber air bawah tanah. Mekanisme teknisnya, mulai dari perizinan penelitian hingga eksploitasinya diserahkan dalam bentuk Peraturan Bupati. Padahal air merupakan kebutuhan bersama, sehingga tiap-tiap orang berhak untuk mendapatkannya sebagai kebutuhan dasar. Sedangkan negara, jika rakyat tidak mampu memenuhinya. harus menyediakan karena negara sebagai pengampu kewajiban.

Memang permasalahan pelestarian sumber daya air dan pengelolaan air bawah tanah ini, masyarakat berhak mengetahui. Namun, selama ini transparansi anggaran dan kebijakan belum terjadi dipemerintah Kabupaten Blitar. Dimana APBD sebagai salah satu produk Peraturan Daerah tidak pernah disosialisasikan dan bukunya hanya dicetak untuk kalangan terbatas. Sehingga penulis mengusulkan klausul tersebut dirubah dengan pemerintah berkewajiban memberikan informasi tentang segala hal yang diamanatkan Perda kepada publik dalam bentuk media cetak, elektronik maupun mengundang pihak-pihak yang berkepentingan.

Seharusnya Ranperda tentang Pelestarian sumber air, lebih diarahkan pada penguasaan negara atas sumber air yang menguasai hajat hidup orang banyak. Sumber air yang demikian harus dikuasai oleh negara.

Jika sumber air yang menguasai hajat hidup orang banyak, dikuasai oleh privat maupun badan akan menjadi malapetaka dikemudian hari. Dimana, pihak privat akan sewenang-wenang melakukan boikot atas air yang dikuasainya dan menyebabkan pihak publik sebagai pihak pengguna air kehilangan kedaulatan.
Penguasaan negara tersebut sebagaimana konstitusi negara kita yang mengebutkan “ Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara...”. Sehingga tindakan pemerintah daerah menguasai atau mengeluarkan sumber-sumber air yang berada diwilayah privat sah menurut konstitusi.

Tentunya penguasaan negara atas sumber air harus demi kepentingan umum, dalam arti untuk meningkatkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Dan pengelolaan sumber air yang dimaksud, harus memperhatikan kondisi masyarakat dengan menghormati kearifan lokal dan melibatkan masyarakat setempat. Guna menghindari sengketa sumber air antara masyarakat lokal dengan Pemerintah Daerah.

Di Kabupaten Blitar terdapat beberapa titik sumber air yang saat ini dikuasai oleh pihak privat maupun badan usaha. Dimana sumber air tersebut sebenarnya digunakan dan dibutuhkan oleh khalayak umum (masyarakat) sebagai salah satu tempat menggantungkan hidupnya didunia pertanian.

Antara lain Blumbang Gede Soso, yang berada di desa Soso, Kec. Gandusari, Kab. Blitar. Sumber air ini dimanfaatkan oleh Petani yang berada diwilayah Kecamatan Gandusari, Wlingi, Talun sebagai sumber irigasi utama. Hingga saat ini Blumbang Gede Soso yang totalnya sekitar 5 Ha masih masuk dalam bekas Hak Guna Usaha PT. Kismo Handayani.

Kolam Pacuh Penataran, di desa penataran, Kec. Nglegok, Kab. Blitar. Merupakan sumber yang dimanfaatkan untuk dunia pertanian di wilayah kecamatan Nglegok, Kota Blitar dan kecamatan Sanankulon. Saat ini masuk dalam wilayah bekas Hak Guna Usaha PTPN XII Penataran.

Dan masih banyak lagi cekungan air yang dapat dicantumkan dalam Ranperda untuk dikeluarkan dari penguasaan privat, kemudian dikuasai negara demi kemaslahatan bersama. Dengan begitu ada jaminan bahwa sumber air yang diandalkan masyarakat dapat diakses sepenuhnya oleh masyarakat, bukan harus melalui pihak swasta atau perusahaan negara.

Jika ini tidak dilakukan, ironis saat judul Ranperda tersebut dikatakan Pelestarian Sumber Mata Air Dan Pengelolaan Air Bawah Tanah. Namun, kedepan justru dapat menimbulkan sengketa sumber-sumber mutiara putih antara masyarakat dengan pihak lain sebagaimana permasalahan tanah saat ini di Kabupaten Blitar.

Oleh: Jaka Wandira
Sekretaris Jenderal Paguyuban Petani Aryo Blitar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar