Sabtu, 21 Mei 2011

KEBUDAYAAN DALAM PENDIDIKAN


              Gerakan fundamental agama akhir-akhir ini menguat, dengan adanya cuci otak yang dilakukan oleh Negara Islam Indonesia (NII). Beberapa orang dicurigai terlibat didalamnya, namun ketidakadaan bukti menjadikan halangan bagi pihak berwajib untuk menangkap mereka.
Sementara pola kehidupan masyarakat terutama anak muda terasa semakin bebas dan liar tanpa aturan. Mereka berdiri dengan alasan demokrasi dan hak asasi manusia. Demokrasi dan hak asasi manusia selalu dihubungkan dengan kebebasan, padahal ketiganya tidak ada sangkut pautnya sama- sekali. Karena Demokrasi dan hak asai manusia yang selama ini didengungkan adalah yang berasal dari barat yang merupakan negara liberal, sehingga keduanya melekat dengan kebebasan.
Kedua pola ini telah menjauhkan anak bangsa dari kebudayaan bangsanya. Islam seolah-olah berdiri diatas ruang hampa tanpa melihat perkembangan masyarakat dan perbedaan kultur antara tempat kelahirannya dengan Indonesia. Sedangkan paham liberal tentunya tidak cocok dengan pola masyarakat Indonesia yang cenderung kolektif.
 Disisi lain, kemajuan negara-negara yang tergabung dalam BIRCS (Brasil, India, Rusia, China dan South Afrika) maupun negara-negara maju lainnya, tidak dapat dilepaskan dari penggunaan Ideologi/Weltanschaung yang tumbuh dalam sejarah bangsa tersebut. Kita dapat melihat, kemajuan negara-negara tersebut ternyata tetap berdiri dengan kebudayaannya sendiri, bukan mengambil konsepsi orang lain.
Ideologi negara lahir dari proses panjang yang hidup beribu-ribu tahun lamanya dibumi negara tersebut dan senafas dengan kebudayaan rakyatnya. Kebudayaan merupakan jalan kembali kepada ideologi bangsa kita (Pancasila). Karena, biarpun keadaan ekonomi, politik, sosial suatu negara sudah hancur selama kebudayaannya masih kuat, maka negara tersebut tetap akan bangkit  demikian kata Facult sosiolog Amerika.
Sebagaimana Jepang yang dalam tahun 1945, telah luluh lantah oleh Bom atom di Hirosima dan Nagasaki. Namun 25 tahun kemudian, Jepang bangkit menjadi macan Asia, dengan menggunakan ideologinya sendiri. Dengan caranya sendiri pula China menjadi ancaman bagi amerika dalam segala hal, tidak menggunakan cara negara lain.
Kebudayaan bukanlah Kesenian sebagaimana kita memaknai selama ini. Kebudayaan adalah segala hasil cipta, karya, karsa manusia untuk mempertahankan kehidupannya, yang dilakukan secara turun temurun.
Mengingat pentingnya budaya tersebut, penulis melihat kejanggalan pada penataan negara ini dimana kebudayaan dimasukan dalam kementrian kebudayaan dan pariwisata. Sehingga terkesan bahwa kebudayaan kita, hanya disuguhkan untuk wisatawan, bukan diturunkan kepada anak cucu untuk diwariskan sebagai bekal hidup.
Perserikatan Bangsa-Bangsa mempunyai Badan Pendidikan dan Kebudayaan (UNICEF), sedangkan Jepang sebagai negara maju dan masih memegang kebudayaannya menjadikan kebudayaan dan pendidikan dalam satu kementrian yakni Menteri Pendidikan, Budaya, riset dan teknologi.
Inilah yang menyebabkan dunia pendidikan kering akan nilai-nilai budaya bangsa sendiri. Dalam film Suraboyo an yang terkesan jorok, sempat dikritik bahwa anak-anak di Indonesia lebih hafal lagu-lagu Cinta dibandingkan lagu-lagu daerah dan lagu nasional. Kering dan sama sekali tidak menyentuh keadaan sosial yang ada disekeliling sekolah tersebut. Sehingga sekolah merupakan tempat pengasingan dari realitas sosial.
Sudah saatnya kita sadar akan kesalahan kita selama ini, bahwa kebudayaan harus berada dan seiring sejalan dengan pendidikan dimanapun berada. Kebudayaan harus tetap dibawah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, agar pendidikan kita tidak sekedar mewarisi abunya, tapi juga mewarisi apinya. Karena manusia harus belajar, bukan hanya ilmu hitung, bahasa, teknologi semata, namun manusia  juga harus belajar tentang hidup, kehidupan, belajar tentang ilmu kehidupan. Memisahkan anak didik dari realitas sosial adalah bentuk pengkhianatan terhadap tujuan pendidikan yang membebaskan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar